Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) telah memutuskan untuk membuat aturan teknis pelaksanaan penunjukan penjabat (pj) kepala daerah dalam bentuk peraturan menteri dalam negeri (permendagri).

Kepala Pusat Penerangan Kemendagri Benni Irwan, mengatakan hal itu diputuskan berdasarkan hasil pembahasan lintas kementerian dan lembaga.

“Aturan pelaksana penunjukan kepala daerah diputuskan dalam bentuk permendagri. Saat ini, draf atau rancangan permendagri itu sedang diharmonisasi dan dimintakan persetujuan kepada Presiden Joko Widodo,” ujar Benni sebagaimana dilansir dari pemberitaan Kompas.id, Jumat (22/7/2022).

Benni menjelaskan, format payung hukum permendagri itu disepakati dalam pembahasan antara Kemendagri dengan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB), Kementerian Sekretaris Negara, Kementerian Sekretariat Kabinet, Badan Kepegawaian Negara (BKN), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Badan Intelijen Negara (BIN), dan Kepolisian Negara RI (Polri).

Benni juga mengklaim pembahasan itu sudah melibatkan partisipasi masyarakat, yakni para akademisi dan lembaga non-pemerintah. Menurut dia, permendagri dapat segera disahkan, jika presiden menyetujui substansi aturan teknis itu. Penjabat Kepala Daerah Berlatar Belakang Militer

Kemendagri sendiri menargetkan aturan pelaksana itu dapat diimplementasikan saat pengangkatan penjabat kepala daerah pada Agustus nanti.

Sementara itu, sebelumnya dalam Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) terkait pengaduan soal pengangkatan penjabat kepala daerah, Ombudsman RI (ORI) meminta pemerintah menerbitkan aturan teknis pelaksana dalam bentuk peraturan pemerintah. Hal tersebut sesuai dengan mandat dalam Pasal 86 Ayat (6) UU Pemerintahan Daerah yang mengatur tentang ketentuan persyaratan dan masa jabatan penjabat gubernur, bupati/wali kota, diatur dalam peraturan pemerintah.

Oleh karenanya, pilihan menerbitkan permendagri tidak sesuai dengan saran perbaikan yang disampaikan oleh Ombudsman RI serta aturan Pasal 86 Ayat (6) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Terkait hal tersebut, Benny menjelaskan, saran dari instansi lain bisa diterima dan tidak diterima.

”Kalau baik sarannya dan tepat, kami lakukan. Jika tidak, kami pertimbangkan yang lain merujuk pada aturan. Ini sudah dibahas dan disetujui dalam pembahasan antarkementerian,” tutur Benni.

Dalam kesempatan itu, Benni juga menampik laporan hasil pemeriksaan Ombudsman RI yang menyatakan pihaknya telah melakukan maladministrasi pengangkatan pj kepala daerah.

Daerah Benni menegaskan, Kemendagri tidak melakukan maladministrasi.

“Kemendagri tidak melakukan malaadministrasi. Jika alasannya karena tidak melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK), saat ini Kemendagri tengah menyiapkan aturan teknis pelaksana UU Nomor 10 Tahun 2016,” ujar Benny.

Sementara itu, soal permintaan informasi publik yang diminta oleh koalisi masyarakat sipil, Benni meluruskan bahwa proses itu saat ini sedang berjalan.

Kemendagri sudah mengirimkan surat elektronik kepada pemohon informasi melalui Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID).

Artinya, Kemendagri merespons permintaan tersebut meski saat ini statusnya masih dalam proses karena tidak semua informasi bisa disiapkan dalam waktu cepat.

Benni juga mengklaim PPID telah berkomunikasi secara lisan kepada perwakilan masyarakat sipil.

”Jika dikatakan dengan dugaan penundaan berlarut, kami rasa itu tidak tepat. Kemendagri merespons, walau belum sesuai dengan harapan teman-teman masyarakat sipil,” jelasnya.

“Memang kami akui ada keterlambatan proses penjawaban, tetapi tidak ada sengketa informasi. Kami tidak mengabaikan dan menolaknya,” tambah Benni


Sumber : Kompas.com

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here