Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Benny Rhamdani menjadi narasumber dalam wawancara dengan Radio Elshinta secara daring di rumah dinas Kepala BP2MI, Jakarta, Rabu, (3/8/2022).
Dipandu oleh pembawa acara Radio Elshinta, Suwiryo, menanyakan kepada Benny, apa yang membuat seorang Kepala BP2MI bekerja dari Senin sampai Senin lagi tanpa henti. Suwiryo juga turut menyoroti kasus Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang disekap di Kamboja, dan bagaimana Benny Rhamdani berpendapat tentang itu.
Benny berulang kali menyampaikan, Indonesia darurat penempatan ilegal PMI. Pernyataan itu kerap disampaikan dalam pertemuan resmi kenegaraan seperti Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi IX DPR RI, rapat dengan Kementerian/Lembaga pemerintahan terkait, maupun sosialisasi di daerah.
“Saya punya atasan yang memberi saya amanat untuk melayani dan melindungi PMI dari ujung rambut sampai ujung kaki. Atasan saya, Presiden Jokowi, beliau sosok yang bekerja keras tiada henti. Saya bekerja dari Senin sampai Senin karena malu jika atasan saya bekerja lebih cepat dari saya,” tegasnya.
Benny, yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Barikade 98 ini, meluruskan pendapat tentang tanggung jawab dan wewenang BP2MI. Ia menyatakan bahwa gugus tugas pencegahan dan penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) bukan hanya tanggung jawab BP2MI saja.
“Terdapat 24 Kementerian dan Lembaga terkait di dalamnya, dengan ketua 1 adalah Kemenko PMK, sedangkan Ketua 2 adalah Kemenpolhukam. BP2MI berada di urutan 23 dalam 24 Kementerian dan Lembaga tersebut,” ujarnya.
Suwiryo kemudian menanyakan kepada Benny, di mana celah dari ke 24 Lembaga tersebut jika Kementerian dan Lembaga besar termasuk di dalamnya.
“Kuncinya ada di kemauan politik pada masing-masing Kementerian dan Lembaga. Jika anda lihat jejak digital TNI dan Polri, setiap minggu selalu ada pencegahan penempatan nonprosedural Calon PMI (CPMI). Setelah pencegahan, TNI dan Polri tidak berwenang untuk memulangkan mereka, sedangkan BP2MI mempunyai SDM dan anggaran yang terbatas. Di sini lah peran Kementerian dan Lembaga terkait untuk berpartisipasi. Misal Kementerian Sosial, atau Pemerintah Daerah, ingat, itu rakyat daerah kalian juga,” tegas Benny kerap menyuarakan peran pencegahan dan penanganan korban TPPO.
Sesi berikutnya, Suwiryo mempersilahkan publik untuk bertanya dan menanggapi tentang penanganan TPPO.
Oktavianus, pendengar dari Bumi Serpong Damai (BSD), Tangerang, menyatakan keprihatinannya dari koordinasi 24 anggota gugus tugas pencegahan dan penanganan TPPO.
“Saya berpendapat bahwa Pak Benny mengerti betul tentang PMI, tetapi benar, BP2MI tidak mempunyai kewenangan. Saya punya pengalaman koordinasi di lembaga pemerintah, susahnya minta ampun untuk memutuskan suatu kebijakan, harus ada 1 lembaga yang memegang kekuasaan tunggal mengontrol 24 lembaga terkait,” ungkapnya.
Pendengar dari Semarang, Riyono, mengapresiasi Benny Rhamdani dalam upaya sosialisasi penempatan PMI, turun ke Pemerintah Kota, Kabupaten, bahkan Pemerintah Desa. Riyono turut menyampaikan keprihatinannya mengenai tata kelola PMI Anak Buah Kapal (ABK).
“Selama Perpres turunan dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 belum terbit, maka UU 18 tersebut akan beririsan dengan UU Pelayaran, UU Ketenagakerjaan, dan lain sebagainya. Akibatnya Pak Benny akan kelelahan menangani kasus PMI, khususnya untuk ABK,” tuturnya.
Tanggapan Benny terhadap para pendengar, positif dan setuju 100 persen. Ia menambahkan salah satu celah yang mengakibatkan kasus PMI terulang kembali adalah faktor oknum aparat yang mempunyai atribut pemerintah sendiri.
Sumber : bp2mi.go.id