Diumumkannya Anies Baswedan sebagai calon presiden oleh Partai Nasdem tidak serta merta mempengaruhi upaya penyelidikan kasus Formula E oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Usai diumumkan pencalonan tersebut, muncul isu yang mengarah kepada KPK, bahwa lembaga tersebut berupaya melakukan kriminalisasi terhadap Anies Baswedan yang pernah dipecat Presiden Jokowi sebagai menteri.

Juru Bicara KPK Ali Fikri secara resmi membantah adanya upaya kriminalisasi yang dilakukan Ketua KPK Firli Bahuri kepada Anies Baswedan. Ali sangat menyayangkan adanya isu tersebut.

“KPK sangat menyayangkan adanya opini yang menyebut pimpinan KPK memaksakan penanganan perkara Formula E ini, padahal gelar perkara dilakukan secara terbuka dan memberikan kesempatan semua pihak untuk menyampaikan pendapatnya,” ujar Ali dalam keterangannya, (3/10/2022).

Ali mengklaim, KPK yang kini dipimpin Firli Bahuri merupakan murni lembaga hukum yang menangani kasus berdasarkan aturan hukum yang berlaku. Menurut Ali, lembaga antirasuah tidak bisa diseret-seret ke dalam dunia politik.

“KPK juga sangat menyayangkan, proses penanganan perkara Formula E yang telah taat azas dan prosedur hukum ini justru kemudian diseret-seret dalam kepentingan politik oleh pihak-pihak tertentu,” kata Ali.

Kasus dugaan korupsi terkait penyelenggaraan Formula E yang kini tengah diselidiki Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga menjadi sorotan dari pakar hukum Universitas Padjajaran (Unpad) Prof. Romli Atmasasmita.

Pakar Hukum Universitas Padjajaran (Unpad), Prof. Romli Atmasasmita, meminta KPK tidak terpengaruh oleh stigma kriminalisasi dalam menyelidiki dugaan korupsi Formula E.

Dalam keterangannya, Romli menyarankan agar pimpinan dan penyidik KPK tetap tegak lurus menjalankan tugas sesuai aturan perundang-undangan.

“Seharusnya aparat penegak hukum tetap tegak melaksanakan tugas sesuai ketentuan undang-undang namun tidak demikian opini publik khususnya kelompok kepentingan politik selalu melontarkan jargon-jargon ‘kriminalisasi’ antara lain KPK menjegal Anies,” ujar Romli dikutip Gatra.com, (6/10/2022).

Romli menyayangkan timbulnya isu yang mengkondisikan seolah KPK merekayasa kasus untuk menjegal pencalonan mantan Gubernur DKI itu pada Pilpres 2024.

Padahal menurutnya, penyelidikan Formula E sudah dilakukan KPK sejak tahun 2019, jauh sebelum dideklarasikan sebagai calon presiden oleh Partai Nasdem.

“Tidak ada hubungan relevansi antara penyelidikan tersebut dengan jargon-jargon kriminalisasi terhadap AB. Bahkan sebaliknya jargon tersebut dapat disebut ‘Politisasi’ penyelidikan KPK,” paparnya.

Romli yang merupakan salah satu perumus UU KPK lama sekaligus pendiri, lantas mengurai panjang lebar mengenai tahapan dan prinsip-prinsip dalam mengungkap peristiwa hukum.

Dia juga menjelaskan dasar-dasar penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bersih dari KKN, termasuk soal penyalahgunaan wewenang sebagaimana diatur UU Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

Melalui penjelasan itu, Romli cenderung pada kesimpulan bahwa keputusan Anies Baswedan menyelenggarakan Formula E masuk ke dalam kategori penyalahgunaan wewenang.

Ia merujuk Pasal 17 UU Nomor 30 tahun 2014 di mana terdapat tiga jenis penyalahgunaan wewenang, yaitu: larangan melampaui wewenang; larangan mencampuradukkan wewenang; dan/atau larangan bertindak sewenang-wenang.

Selanjutnya, penjelasan mengenai masing-masing jenis tersebut diatur dalam ketentuan Pasal 18 yang meliputi: melampaui masa jabatan atau batas waktu berlakunya wewenang; melampaui batas wilayah berlakunya wewenang; dan/atau bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

“Sehubungan dengan kasus Formula E yang masih merupakan tahap penyelidikan, telah ditemukan dugaan awal bahwa penyelenggaraan Formula E telah tidak didasarkan pada ketentuan Peraturan Pemerintah mengenai Pengelolaan Keuangan Daerah atau peraturan perundangan yang berlaku serta diduga telah memenuhi ketentuan Pasal 3 UU Nomor 31 tahun 1999 yang diubah UU Nomor 20 tahun 2001,” papar Romli.

Romli tak menjelaskan lebih detail aspek mana saja dalam pelaksanaan Formula E yang masuk kategori penyalahgunaan wewenang.

Namun, ia menyatakan terdapat unsur niat jahat (mens rea) dan actus reus (perbuatan) yang dapat dipidana (strafbaarheid) dalam kasus tersebut.

Alasannya, ia menyebut sejak awal Anies beserta jajarannya sudah mengetahui bahwa tidak ada pos anggaran untuk Formula E dalam APBD DKI tahun 2019.

“Artinya tidak memiliki landasan keuangan yang sah sesuai PP tentang Pengelolaan Keuangan Daerah DKI,” terangnya.

Anies juga tetap memaksakan Formula E dengan memberi surat kuasa kepada Kadispora untuk melakukan pinjaman ke Bank DKI.

Selain itu, Pemprov DKI juga melanggar persetujuan Kemendagri, yakni dengan melakukan perjanjian dengan pihak Formula E menggunakan model business to government (B to G).

“Telah melakukan pembayaran commitment fee kepada pihak Formula E tanpa dasar APBD dan Persetujuan DPRD dan yang tidak dapat dibatalkan atau ditarik kembali,” tambahnya.

Melalui fakta-fakta tersebut, ia menduga perbuatan Anies dan jajarannya termasuk kategori perbuatan melawan hukum.

Meskipun demikian, Romli memastikan pendapatnya bukan untuk memperkuat dugaan KPK. Hal itu karena semua masih tergantung pada hasil penyelidikan dan penyidikan KPK.

“Tidak bermaksud mendahului KPK, sudah pasti pendapat ini akan terbukti atau tidaknya tergantung dari kepastian hasil penyelidikan dan penyidikan dari KPK,” tutupnya.

Sumber : gatra.com

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here