Walaupun perekonomian dunia diprediksi gelap, Menteri Investasi Bahlil Lahadalia masih yakin investasi pada 2023 jauh lebih moncer ketimbang tahun ini. Ia pun menargetkan investasi Indonesia tahun depan mencapai Rp 1.400 triliun.
“Target kita tahun depan Rp 1.400 triliun. Naik, tapi saya belum bisa memastikan sekarang. Tim sekarang sedang merumuskan. November nanti kita bicara,” ujarnya saat di kantor Kementerian Investasi, Jakarta Selatan, pada Senin, 24 Oktober 2022.
Alasannya, kata Bahlil, realisasi investasi pada kuartal ketiga 2022 meningkat 1,9 persen secara kuartalan (qoq). Dengan begitu, ia memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pun akan naik hingga 5,4 persen.
Untuk mencapai target tersebut, Kementerian Investasi tengah menghimpun daftar perusahaan yang akan datang untuk menanam modal di Indonesia pada tahun depan. Selain itu, kementeriannya tengah merinci perusahaan apa saja yang sudah berinvestasi dan akan terus melanjutkannya hingga tahun depan.
Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengungkapkan realisasi investasi Indonesia di kuartal III-2022 mencapai Rp 307,8 triliun. Angka ini tumbuh 1,9% secara quarter on quarter (qoq) dan tumbuh 42,1% secara year on year (yoy).
Hal ini dikatakan langsung dalam konferensi pers Realisasi Investasi Kuartal III-2022, Senin (24/10/2022). Adapun dia memastikan kebenaran data ini lewat online berdasarkan OSS berbasis UU Ciptaker, sehingga lebih transparan dan dapat dipertanggungjawabkan.
Meski situasi dunia yang tidak menentu dan ada berbagai ancaman terhadap ekonomi global, minat investor asing masih sangat tinggi. Tercatat realisasi investasi asing yang masuk ke Indonesia pada kuartal III-2022 mencapai Rp 169 triliun. Realisasi ini tumbuh 3,5% secara kuartalan dan melesat 63,6% secara tahunan.
“Di tengah ekonomi global gak menentu FDI turun di negara lain, tapi alhamdulillah Indonesia PMA Rp 169 triliun,” ujar Bahlil dalam konferensi pers, Senin (24/10/2022).
Dia menambahkan, setidaknya ada lima sektor dengan realisasi investasi terbesar di kuartal III-2022, yang mendukung hilirisasi industri yang menjadi prioritas investasi.
Nomor satu adalah industri logam dasar bukan mesin sebesar Rp 44,0 triliun yang tumbuh 14,3%. Kedua, yakni sektor transportasi sebesar Rp 32,5 Triliun, tumbuh 10,6%. Lalu di posisi ketiga perumahan dan kawasan industri Rp 28,9 triliun, naik 9,4%.
Kemudian keempat ada pertambangan sebesar Rp 28,3 triliun, tumbuh 9,2%. Terakhir, listrik, gas dan air sebesar Rp 27,3 triliun yang juga tumbuh 8,8%.
“Jadi ini memang ini punya korelasi yang tinggi sekali dengan kebijakan pemerintah untuk menghilirasi dan membangun industri,” terangnya.
Sementara untuk destinasi investasi untuk PMDN dan PMA, Bahlil mengungkapkan ada 5 besar lokasi, yakni pertama Jawa Barat, diikuti DKI Jakarta, Jawa Timur, Sulawesi Tenggara, dan Riau.
Jawa Barat menjadi yang nomor satu destinasi favorit para investor untuk menanamkan modalnya, baik itu kalangan investor dalam negeri maupun investor luar negeri. Menurutnya, hal ini karena Jawa Barat sudah paten dalam konteks realisasi investasi di samping pemerintahan yang responsif, serta produktivitas tenaga kerja yang sudah optimal.
“PMA saja untuk kuartal ketiga itu Maluku Utara masuk sama Sulawesi Tenggara. Itu mengalahkan DKI Jakarta. Jawa Barat nomor 1, dan Banten untuk PMA,” jelasnya.
Lebih lanjut, Bahlil menuturkan bahwa sudah ada beberapa investor kakap dari luar negeri yang sudah menyatakan minatnya untuk menanamkan modalnya, terutama di proyek Ibu Kota Negara, salah satunya adalah Uni Emirat Arab (UEA).
UEA sudah menyatakan komitmen untuk berinvestasi di lokasi Ibu Kota Nusantara dengan jumlah investasi sebesar US$ 20 miliar atau setara Rp 312 triliun.
Selain UEA, Bahlil tidak mengungkap lebih jauh siapa saja investor lain yang akan menanamkan modalnya di IKN. Namun, menurutnya, Indonesia setidaknya bisa mengantongi dana investasi hingga Rp 200 triliun.
“Angkanya enggak mengecewakan, artinya minimal Rp 200 triliun. Itu bisa kita wujudkan dalam pembangunan IKN di tahap pertama,” pungkasnya.(Irw13)
Dari berbagai sumber