Oleh Ayik Heriansyah
Pencanangan 2022 sebagai tahun toleransi sebenarnya guna mengingatkan kita kembali urgensi toleransi bagi kehidupan manusia. Kasus-kasus intoleransi pada skala kecil dan terbatas masih terjadi yang membuat lecet suasana keberagamaan kita.
Bagi saya sebagai umat Islam, toleransi adalah sunnah (tradisi) dari Nabi Muhammad saw dalam pengertian membiarkan orang yang berbeda agama dengan agamanya dan menjaga hubungan baik yang beradab, berakhlak dan penuh sopan santun.
Toleransi antar umat beragama di zaman Nabi Muhammad saw yang paling relevan dengan kondisi kita adalah toleransi antara Islam dan nasrani.
Mengingat di masa Nabi saw masih hidup di Mekkah dan Madinah tidak ada pemeluk agama Hindu, Budha dan Konghucu. Yang ada kaum musyrikin Arab, Majusi dan Yahudi. Ketiga agama ini bukan agama resmi di negara kita.
Hubungan baik Islam dan kristen adalah sunnah Nabi Muhammad saw yang harus dipelihara. Sejarah hidup Nabi Muhammad saw mencatat hal tersebut. Antara lain;
1) Nabi Muhammad saw mengatakan Isa as sebagai saudaranya sesama nabi.
2) Pendeta Waraqah yang mengetahui dan mengakui pertama kali kenabian Muhammad saw.
3) Pendeta Buhaira menjamu Muhammad kecil makan bersama rombongan dagang Quraisy. Pendeta Buhaira yang menyarankan kepada Abu Thalib agar melindungi Muhammad dan menyembunyikannya dari orang-orang Yahudi.
4) Nabi Muhammad saw memerintahkan hijrah ke Habasyah, sebuah kerajaan yang dipimpin oleh Raja Najasyi yang beragama Kristen.
5) Tukang kebun dekat Tha’if yang beragama nasrani memberi minum ketika Nabi Muhammad saw diusir dari Tha’if.
6) Ketika Nabi Muhammad saw menjadi kepala negara dan pemerintahan di Madinah menjamin keamanan kaum nasrani di Madinah, Najran dan di sekitar Arab.
7) Nabi Muhammad saw mengirim surat-surat ke raja-raja kristen seperti raja Habasyah, raja Romawi, raja Mauquqis dan raja Qibthi. Meski tidak menerima dakwah Nabi saw, raja-raja Kristen tersebut membalas dengan baik, sopan dan santun. Raja Mauquqis mengirim sejumlah hadiah dan seorang budak wanita yang dinikahi Nabi saw.
8) Nabi Muhammad saw meladeni dengan baik debat dengan utusan kaum nasrani dari Najran seputar iman Islam dan Kristen. Debat tersebut buntu, dan ditutup dengan ajakan bermubahalah sebagai bentuk penyerahan urusan kepada Allah swt.
Teladan-teladan toleransi dari Nabi Muhammad saw di atas, juga berlaku untuk agama Hindu, Budha dan Konghucu. Di zamannya, Nabi saw juga membiarkan pemeluk agama Yahudi, Majusi dan musyrikin Arab dengan agamanya.
Toleransi harus positif dan konstruktif bagi masing-masing agama. Keberadaan semua agama harus semakin kokoh melalui ketaatan dan kepatuhan umat kepada agamanya.
Toleransi jangan menjadi cover guna merusak agama lain. Upaya saling “memurtadkan” pemeluk agama, indikasi dari toleransi yang sakit.
Biarlah pertumbuhan pemeluk agama berjalan secara alamiah dan bersifat personal, sebab, jika pertumbuhan agama dilakukan by design, khawatir akan merusak toleransi itu sendiri.