Ketua MPR Bambang Soesatyo saat berĀ­temu Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka di Balaikota Solo, Jawa Tengah (Jateng), Kamis (17/11/2022). (Foto: Istimewa)

Politik SARA sangat membahayakan bagi keberlangsungan kehidupan demokrasi berbangsa dan bernegara, selain merugikan banyak pihak juga mengancam bahkan memecah belah persatuan dan kesatuan.

Hal ini terbukti pada saat gelaran Pilkada Jakarta yang lalu banyak menimbulkan gejolak dan intimidasi bagi para pendukung yang berseberangan dengan kandidat yang didukung lawan politiknya.

Melihat pengalaman dari peristiwa tersebut tentu tidak boleh terulang dikemudian hari dan ini menjadi peringatan bagi semua anak bangsa khususnya para insan politik.

Momentum tersebut disampaikan Ketua MPR Bambang Soesatyo  dengan mengajak partai politik dan para politisi diajak untuk tidak mengangkat isu tentang suku, agama, ras, dan antar-golongan menjelang penyelenggaraan pemilu 2024.

“Karena itu, pemerintah dan KPU harus fokus dalam mencegah politik SARA ataupun politik identitas, khususnya di pemilu 2024,” kata Ketua MPR Bambang Soesatyo dalam keterangan tertulis di Jakarta.

Dia menilai salah satu langkah yang bisa dilakukan pemerintah dan KPU adalah dengan mendorong partai politik untuk mengusung kader-kader berkualitas dan berintegrasi pada pemilu. Langkah itu bertujuan agar pertarungan di pemilu tidak diwarnai kampanye berbau SARA, namun pertarungan program-program yang membangun daerah.

“KPU perlu mengambil inisiatif mengajak seluruh masyarakat untuk bekerja sama melawan penyimpangan politik SARA ataupun kampanye hoaks dalam pemilu, dengan mengedepankan transparansi, akuntabilitas, dan tindakan yang menjunjung nilai-nilai demokrasi, kepastian hukum dan penghormatan pada HAM,” kata dia.

Dia juga mendorong pemerintah memberikan pendidikan bagi warga sebagai pengguna teknologi digital yang bijaksana sehingga menjadi salah satu agenda berkesinambungan dan terkonsolidasi antarpemangku kepentingan dalam pemilu.

Harapannya, agar tercipta masyarakat melek digital dan jauh dari dampak politisasi SARA yang memecah-belah bangsa serta menghancurkan keberagaman.

“Saya meminta komitmen pemerintah dan pihak terkait untuk tidak menggunakan buzzer dalam membangun demokrasi dan terus berupaya menjaga agar kondusifitas situasi politik di Tanah Air, khususnya jelang pemilu 2024,” kata dia.

Hal itu agar pemilu 2024 jauh dari polarisasi berbasis irasionalitas politik identitas dalam bentuk kampanye jahat, berita bohong atau hoaks, hingga politisasi SARA sebagai tantangan besar bagi demokrasi elektoral Indonesia.

Presiden Joko Widodo telah mengingatkan para bakal calon presiden dan calon wakil presiden untuk tidak melakukan politisasi SARA menjelang pemilu 2024.

“Debat silakan; debat gagasan, debat ide membawa negara ini lebih baik, silakan; tapi jangan sampai panas, apalagi membawa politik-politik SARA. Tidak, jangan. Politisasi agama, tidak, jangan,” kata Jokowi dalam Musyawarah Nasional XVII Himpunan Pengusaha Muda Indonesia di Surakarta, Jawa Tengah, Senin (21/11).

Dalam pidatonya, Jokowi berkali-kali menyerukan untuk tidak memanfaatkan isu agama dalam kontestasi politik. Bangsa Indonesia, kata Jokowi, pernah merasakan dampak buruk dari politisasi agama, maupun politisasi suku, ras atau golongan. Oleh karena itu, cara-cara berpolitik dengan memanfaatkan isu SARA harus dihindari.

“Lakukan politik-politik gagasan, politik-politik ide; tapi jangan masuk ke politik SARA, politisasi agama, politik identitas jangan,” ujar Jokowi.(Irw13)

Dari berbagai sumber

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here