Image Source: zonankri.com

Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) memberikan pernyataan tegas, meskipun Indonesia tengah kekalahan gugatan oleh Uni Eropa di Badan Penyelesaian Sengketa atau Dispute Settlement Body (DSB) Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

Seperti diketahui, Presiden Jokowi melarang kegiatan ekspor bijih nikel sejak awal 2020. Upaya ini dilakukan Jokowi agar Indonesia mendapatkan nilai tambah yang lebih besar dari komoditas nikel melalui hilirisasi.

Meski kalah gugatan nikel di WTO itu, Presiden RI Jokowi menegaskan bahwa kebijakan hilirisasi bahan mentah yakni bijih nikel akan terus dilanjutkan.

“Kita dibawa ke WTO, baru dua bulan yang lalu kita kalah, tapi keberanian kita menghilirisasi bahan bahan mentah, itu lah yang akan terus kita lanjutkan, meskipun kita kalah di WTO,” kata Jokowi dalam silaturahmi relawan Nusantara Bersatu di Stadion Gelora Bung Karno (GBK), Senayan, Jakarta, Sabtu (26/11).

Hal ini terlihat dari catatan Kementerian Investasi atau Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), dimana walaupun kalah gugatan WTO, pada tahun ini hasil ekspor nikel Indonesia yang sudah dilakukan hilirisasi diprediksi menembus US$ 27 miliar – US$ 30 miliar atau Rp 418 triliun – Rp 465 triliun.

“Menurut data perdagangan dan Kemenko, kami Insya Allah akan menutup 2022 ekpor nikel bisa mencapai US$ 27 – US$ 30 miliar (Rp465 triliun) dari dampak hilirisasi,” terang Mneteri Investasi, Bahlil Lahadalia, dikutip Minggu (27/11/2022).

Sebelum larangan ekspor bijih nikel berlaku di Indonesia, nilai ekspor bijih nikel hanya mencapai US$ 3 miliar atau Rp 46,5 triliun (kurs Rp 15.500 per US$) pada tahun 2017 – 2018.

Bahlil menambahkan, hilirisasi nikel dengan melarang ekspor bijih nikel ke luar negeri sebelumnya mendapatkan banyak penolakan dari berbagai negara termasuk Uni Eropa (UE).

Namun bisa dijelaskan Bahlil, bahwa pelarangan ekspor raw material atau mineral mentah sebagai upaya Indonesia menciptakan dekarbonisasi atas industri yang ramah lingkungan. “Tapi apa yang terjadi, kami di bawa ke WTO. Tapi kami Indonesia tidak sedikit pun mundur dalam menghadapi tantangan ini ketika kami ingin menjadi negara maju,” tandas Bahlil.

Sebagai informasi, hasil putusan panel WTO yang dicatat dalam sengketa DS 592 sudah keluar pada tanggal 17 Oktober 2022 yang isinya memutuskan bahwa kebijakan Ekspor dan Kewajiban Pengolahan dan Pemurnian Mineral Nikel di Indonesia terbukti melanggar ketentuan WTO Pasal XI.1 GATT 1994 dan tidak dapat dijustifikasi dengan Pasal XI.2 (a) dan XX (d) GATT 1994.

Dalam final panel report tersebut juga berisi panel menolak pembelaan yang diajukan oleh Pemerintah Indonesia terkait dengan keterbatasan jumlah Cadangan Nikel Nasional dan untuk melaksanakan Good Mining Practice (Aspek Lingkungan) sebagai dasar pembelaan.

Adapun final report akan didistribusikan kepada anggota WTO lainnya pada tanggal 30 November 2022 dan akan dimasukkan ke dalam agenda DSB pada 20 Desember 2022.(Irw13)

Dari berbagai sumber

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here