Sekjen Barikade 98: “Disadari atau tidak, para pemfitnah ini telah menzalimi rakyat Indonesia!”
Menteri BUMN Erick Thohir menegaskan bahwa dirinya tidak mungkin mencari keuntungan pribadi terkait tes PCR bagi pelaku perjalanan.
Hal itu dikatakan Erick Thohir dalam webinar bertajuk “Penanganan Pandemi COVID-19: Kontroversi Tes PCR- Bisnis atau Krisis” yang digelar Universitas Islam Indonesia (UII) di Yogyakarta.
Pernyataan itu disampaikan menyusul tudingan beberapa pihak terhadap dirinya mengenai keterlibatan dalam bisnis tes polymerase chain reaction (PCR).
Menanggap hal tersebut, Sekjen Barikade 98 Arif Rahman menyampaikan dukungannya terhadap Erick Thohir. Menurutnya, kinerja Erick telah terbukti dan teruji dalam membantu Presiden.
“Dia tipe pembantu Presiden yang patuh pada tugas dan kewajiban. Serta tidak neko-neko dan menghindari politik praktis,” ujar Arif.
Arif menilai tudingan Erick terlibat bisnis PCR merupakan bentuk fitnah dan penzaliman terhadap sosok yang kini giat melakukan transformasi di BUMN.
“Kalau dia niat bisnis dengan memanfaatkan posisi, tentunya tidak bisnis PCR apalagi melalui PT GIS yang kuotanya paling kecil.”
“Dia kini mengelola ratusan BUMN dan anak perusahannya juga mengelola dana PEN. Kalau niat ngegarong, tentu banyak peluang,” ujarnya. Namun, menurut Arief, kinerja BUMN justru meningkat di era Erick.
Sekedar contoh, kata Arif, PT Krakatau Steel (Persero) Tbk (KRAS) di tahun 2020 berhasil mencatatkan laba bersih sebesar Rp326 miliar dengan capaian laba operasi mencapai Rp2,4 triliun.
Krakatau Steel mampu meraih laba dari yang sebelumnya mengalami kerugian sejak tahun 2012.
Arif memaklumi kalau Erick menjadi sasaran fitnah. Sebab, bersih-bersih yang dilakukan di BUMN membuat tidak sedikit orang kehilangan pendaringan haram.
Pundi-pundi duit haram yang dikelola secara sembunyi-sembunyi dengan modus anak/cucu BUMN mulai dilibas. Sejumlah praktik mega korupsi di lingkungan BUMN dibongkar.
Erick juga melakukan bersih-bersih BUMN dengan membongkar direksi dan komisaris, serta menempatkan profesional. Ini jelas mengganggu gerombolan pengasong politik. Termasuk, juga komisaris titipan yang mulai menyerang Erick dengan fitnah.
“Saya menyayangkan ada komisaris dari relawan yang ikut arus memframing ET dengan isu PCR.”
“Kabarnya sih mereka kecewa, karena menjadi komisaris tak seindah mimpi mereka. ET menutup peluang komisaris bermain bisnis dan menekankan profesionalitas kerja,” kata aktivis 98 Universitas Tarumanegara ini.
Namun, dia menambahkan, Erick menolak untuk membersihkan BUMN dari komisaris yang menyerangnya. Erick tidak mau urusan pribadi (fitnah ke dirinya) mengganggu proffesional judgement-nya.
Dia menyerahkan pada mekanisme saja. Sebab, kalau memang tidak profesional dan masih gemar politicking, komisaris dimaksud pasti akan gugur terlindas kinerja korporasi.
Arif juga menambahkan, peran Erick dalam penanganan Covid-19, khususnya PCR, justru BUMN termasuk yang merintis pengadaan PCR sebagai bentuk penugasan.
Kementerian BUMN memberikan dukungan pada awal tes PCR yang dimunculkan pada Maret atau April 2020 untuk tes dan pelacakan pasien Covid-19 di Tanah Air.
Saat itu, Kementerian BUMN memutuskan ikut membantu mengaktifkan 18 laboratorium PCR bekerja sama dengan rumah sakit BUMN dan sejumlah RS Pemda.
Kebijakan wajib PCR, ujar Arif, merupakan bagian dari serangkaian upaya tanpa henti pemerintah mengantisipasi penyebaran virus Covid-19 lewat berbagai pintu yang ada.
“Kebijakan PCR sekali lagi merupakan bagian dari serangkaian upaya tanpa henti pemerintah yang diputuskan bersama-sama untuk perang melawan Covid yang belum selesai,” ucap Arif.
Ia mengatakan tarif tes PCR untuk saat ini pun sudah bisa ditekan dari yang awalnya Rp2 juta sampai Rp5 juta, kini menjadi Rp300 ribu.
“Kalau dibandingkan banyak negara kita masih masuk kategori yang termurah dan ini sesuai dengan audit BPKP.”
“BPKP yang sudah mendampingi, bukan berarti penentuan harga yang ditentukan oleh sendiri. Dan ini juga ditetapkan oleh Kemenkes sesuai dengan tupoksi. Jadi bukan ditentukan oleh sendiri,” kata dia.
Jadi, Arif menilai upaya fitnah terhadap Erick ini terlalu lemah secara materi dan terlalu kasar.
Bahkan, tidak ada satu pun pelapor yang bisa menunjukkan keterkaitan Erick dengan bisnis PCR selain ada hubungan tak langsung dengan Yayasan Adaro yang bahkan tidak ada nama Erick juga di situ.
Jika parameternya seperti itu, kata Arif, kenapa tidak sekalian juga dibongkar, siapa yang paling menikmati bisnis PCR ini. “Akan terbaca juga kok jejaknya kemana itu,” ungkap Arif.
Arif menilai, upaya fitnah terhadap Erick ini sudah menjurus pada penzaliman yang mengarah pada merusak agenda transformasi di BUMN dan meruntuhkan kepercayaan rakyat terhadap penanganan Covid-19.
Arif menegaskan akan melawan upaya ini. Sebab, arahnya sudah bukan penzaliman terhadap pribadi Erick saja.
“Kalau ini dibiarkan, ini akan merusak upaya penyehatan BUMN melalui program transformasi berslogan AKHLAK dan nilai-nilai Pancasila,” katanya.
Selain itu, juga akan merusak kepercayaan masyarakat terhadap upaya penanganan Covid-19. Apalagi, saat ini masa tanggap pencegahan gelombang ketiga.
“Disadari atau tidak, para pemfitnah ini telah menzalimi rakyat Indonesia. Bayangkan, jika menghadapi gelombang ketiga Covid-19 masyarakat tidak mau dengar Pemerintah karena termakan isu fitnah ini,” tandas Arif.