Munculnya gagasan untuk membangun Monumen Plaza Ir. Soekarno di Kota Bandung yang diusung elemen masyarakat nasionalis Jawa Barat mendapatkan reaksi penolakan dari Aliansi Pergerakan Islam (API).
Padahal maksud pembangunan Monumen Plaza Is. Soekarno tersebut memiliki nilai historis yang mulia. Sebagai upaya untuk menggelorakan semangat mendirikan monumen tersebut digelar diskusi “Gerakan Nasional Bumikan Trisakti, Energi Spiritual Bangsa Menuju Indonesia Emas 2045”.
Diskusi tersebut dilaksanakan di Roemah Bersama Alumni, Jalan Imam Bonjol, Kota Bandung, (27/07/2023). Sebelumnya kegiatan yang sama telah digelar di tempat tersebut pada 12 Juli dan di Kota Bogor pada 20 Juli lalu.
Diskusi tersebut dihadiri sejumlah elemen masyarakat nasionalis Jawa Barat, seperti: Forum Diskusi Sinergi Indonesia (FDSI), Barikade 98, Gerakan Pemuda Marhaenis, Jaga Lembur, Pakarang Adat Nusantara,
Hadir juga Komunitas Jabar Sejati (KJS), Gerakan Bhineka Nasionalis (GBN) Jabar, Barusan Olot Masyarakat Adat (BOMA), Pemuda Demokrat, Alumni GMNI dan sejumlah elemen lainnya.
Dalam keterangannya kepada awak media, Ketua Gerakan Bhinneka Nasionalis (GBN) Jabar, Syarif Bastaman menyampaikan, perkumpulan ini dilaksanakan untuk menyikapi adanya pihak yang menolak dibangunnya Monumen Plaza Ir. Soekarno di Kota Bandung.
“Kita kumpul- kumpul, dalam rangka menyikapi sekelompok orang yang menentang di bangunnya patung proklamator kita Bung Karno, itulah intinya pertemuan ini,” ungkapnya.
Ketua Barisan Olot Masyarakat Adat (BOMA) Eka Santosa dalam kesempatan yang sama mengatakan, “Ada beberapa point penting dari hasil diskusi ini yang nantinya akan di sampaikan kepada Gubernur Jabar, Pangdam III Siliwangi, Kapolda Jabar hingga Kejati.”
“Hal yang substansi saya kira, yang pertama, adalah sebuah kewajaran bahkan keharusan kita sebagai bangsa, memberikan sebuah penghormatan,” ujar Eka.
“Dalam peradaban kita bahwa pengabadian Bung Karno di Bandung dengan sejarahnya; mulai Bung Karno muda, tentang Marhaenisme, Indonesia Menggugat, tentang dihantarkannya Indonesia ke kemerdekaan, itu semua di Bandung. Oleh karena itu merupakan hal wajar tentang adanya pembangunan Monumen Plaza Ir. Soekarno di Kota Bandung,” tuturnya.
Eka menuturkan akan melakukan perlawanan terhadap hal yang bersifat menghina Presiden Soekarno. Ia berharap agar Jawa Barat terbebas dari segala bentuk radikalisme.
“Yang kedua, kita keberatan dan bereaksi, akan melakukan perlawanan terhadap bentuk apapun yang melakukan penghinaan terhadap Bung Karno, ini penting saya kira terkait adanya penolakan dari beberapa pihak salah satunya API,” tegasnya.
“Oleh karena itu tuntutan kami ketiga, Jawa Barat bebaskan dari segala bentuk intoleransi dan radikalisme, kembalikan kepada marwah Repeh, Rapih, Gemah Ripah Loh Jinawi,” ungkap Eka.
“Saya kira itu merupakan tiga poin penting, dan ini adalah hal yang akan kita lakukan, akan datang kepada Gubernur (Jawa Barat), Kapolda, Pangdam, hingga Kejati. Kalau ada indikasi bentuk yang bisa dipidanakan akan kami pidanakan,” tegasnya.
Sementara Dewan Pakar Alumni GMNI, Dr. Andi Talman menambahkan perihal pentingnya monumentasi Bung Karno sebagai bentuk implementasi atas nilai- nilai ajaran dari Bung Karno.
“Kita menginginkan monumentasi Bung Karno ini, untuk mengejawantahkan nilai- nilai Bung Karno, identitas kebangsaan dan ajaran Bung Karno agar generasi milenial memahami ajaran Bung Karno,” tambahnya.
Sedangkan, Sekjen Forum Diskusi Sinergi Indonesia (FDSi) Aab Abdul Malik menyoroti, selain persoalan diatas, sebagai penerus bangsa kita juga harus benar-benar menjaga serta melaksanakan amanah dari gagasan dan ajaran Bung Karno.
“Ajaran Trisakti bisa juga dipahami oleh kita semua, misalnya dengan menjaga situs-situs Bung Karno, mengamalkan ajaran Trisakti, membangun Monumen Plaza Ir. Soekarno, merubah status Universitas Trisakti menjadi PTNBH, dan lain-lain,” kata Aab.
Adapun Boboy dari Pakarang Adat menyampaikan dengan tegas, siap mengerahkan ribuan para jawaranya dari berbagai penjuru nusantara untuk mengawal dan menjaga setiap gagasan membangun monumentasi Bung Karno dari rongrongan kelompok intoleran dan radikal.
“Selama ini kami kaum adat dan budaya bersabar diri melihat perilaku kelompok intoleran ini. Tapi sekarang kami tidak bisa berdiam diri lagi melihat penistaan yang luar biasa kepada proklamator, bapak bangsa Bung Karno,” pungkasnya.