Jelang Pilpres 2024, para bakal calon presiden 2024 hingga kini masih enggan mengumumkan para pendampingnya.
Berdasarkan jadwal yang telah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, pendaftaran bakal calon presiden dan wakil presiden dimulai 19 Oktober sampai 25 November 2023. Sedangkan pemungutan suara pemilu dan pilpres digelar 14 Februari 2024.
Sosok calon wakil presiden atau Cawapres kini menjadi kunci dinamika politik Pilpres 2024, bahkan bukan tidak mungkin bakal mengubah peta koalisi yang sudah terbentuk.
Bakal calon presiden Prabowo Subianto telah mengantongi dukungan dari empat partai politik setelah Golkar dan PAN merapat akhir pekan lalu.
Terbentuknya koalisi besar itu menjadikan Pilpres 2024 sebagai ladang pertarungan tiga poros partai politik.
Selain Prabowo yang diusung koalisi besar, ada PDIP dan PPP yang lebih dulu mendeklarasikan Ganjar Pranowo sebagai jagoan mereka.
Sementara itu, Partai NasDem bersama PKS dan Demokrat masih dalam posisi mengusung Anies Baswedan.
Pengamat politik Universitas Andalas Asrinaldi menilai dengan kondisi saat ini peta politik masih sangat bisa berubah menjelang pendaftaran kandidat Pilpres 2024. Terlebih lagi posisi cawapres masih memicu tarik-menarik kepentingan.
Asrinaldi melihat pergeseran peta besar-besaran bisa terjadi jika koalisi Anies pecah. Dia menyoroti gelagat Demokrat yang sudah mulai berselancar ke koalisi lain seiring ketidakpastian nama Cawapres pendamping Anies.
Demokrat diketahui membuka komunikasi dengan PDIP setelah NasDem terus-menerus menolak Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai cawapres Anies.
“Misalnya Demokrat memang tidak dipilih, ya pindah. Otomatis Anies akan mundur sendiri. Jadi ada dua calon saja,” kata Asrinaldi saat dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (15/8).
Jika hal itu terjadi, Asrinaldi memprediksi Demokrat akan merapat ke koalisi Ganjar. Hal itu merujuk kedekatan PDIP dan Demokrat beberapa bulan terakhir.
NasDem diprediksi akan merapat ke Prabowo karena koneksi alumni Partai Golkar. Begitu pula PKS yang diprediksi merapat ke Prabowo karena punya histori di 2014 dan 2019.
“Atau bisa saja NasDem berkomitmen mendukung Pak Jokowi, kemudian Anies diterima sebagai cawapres Prabowo, diterima partai koalisi, saya yakin menanglah itu satu putaran. Cuma kan agak berat,” ucapnya.
Penentuan nama Cawapres menjadi krusial dan kini tengah menjadi intrik koalisi pendukung Ganjar Pranowo. PPP selaku koalisi PDIP berusaha keras menjadikan Sandiaga Uno sebagai cawapres pendamping Ganjar. Sementara PDIP mempersilakan PPP cabut dari koalisi jika masih ngotot memaksakan hal itu.
Dilema cawapres ini pula yang diprediksi bakal merundung koalisi besar pendukung Prabowo. Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis (TPS) Agung Baskoro mengatakan bisa terjadi kebuntuan politik (political deadlock) apabila para ketua umum dalam koalisi ini saling berebut kekuasaan.
Karenanya, dibutuhkan jalan tengah atau figur baru yang memiliki akseptabilitas dan elektabilitas yang mumpuni apabila terjadi kebuntuan politik di koalisi ini. Tujuannya agar dapat figur itu dapat diterima oleh semua anggota koalisi.
“Gibran, Khofifah, atau nama lainnya ini, berpotensi untuk dipasangkan karena langsung dihadirkan oleh Presiden Jokowi yang bersandar pada tingkat kepuasan publik yang tinggi atas kinerjanya maupun militansi relawan yang hadir di setiap laku politiknya yang memberi pengaruh signifikan elektoral di tengah pertarungan pilpres 2024 yang kompetitif,” ujar Agung.
Dosen Ilmu Politik FISIP UI dan Direktur Eksekutif Algoritma, Aditya Perdana mengatakan bergabungnya PAN dan Golkar dalam koalisi ini juga makin menguatkan penambahan nama dalam bursa cawapres yang bakal didorong dua partai tersebut.
Mereka adalah Menteri BUMN Erick Thohir yang didorong PAN dan Menko Bidang Perekonomian sekaligus Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto atau Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil yang didorong Golkar.
“Potensi Cawapres Prabowo sebelumnya adalah Gus Imin (PKB) yang sudah bergabung jauh-jauh hari. Ada potensi cawapres di sisi koalisi Prabowo: Gus Imin, ET, AH/RK yang semuanya tentu tidak mudah diputuskan dalam koalisi,” kata Aditya.
Terpisah, peneliti politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Wasisto Jati menilai pergeseran koalisi sangat mungkin terjadi. Dia menyoroti tawar-menawar posisi cawapres yang bakal menjadi kunci.
“Koalisi yang dibangun saat ini kan didorong oleh akomodasi kepentingan parpol, salah satunya cawapres. Cawapres akan pegang kunci koalisi ke depan,” kata Wasisto saat dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (15/8).
Meski demikian, Wasisto melihat tak akan ada perubahan komposisi bakal calon presiden. Menurutnya, Pilpres 2024 tetap akan diikuti oleh Anies, Ganjar, dan Prabowo.
Ia beralasan tiga figur itu telah menimbulkan poros politik. Dengan demikian, pergeseran hanya akan terjadi di komposisi koalisi pendukung tiga nama itu.
“Kalau pergeseran kandidat untuk sementara ini belum ya karena tiga figur ini sudah menyimbolkan masing-masing poros yang ada dan diketahui publik secara meluas,” ujarnya.