Menteri BUMN Erick Thohir saat mengunjungi Stasiun Gambir, 25/6/2022. (Foto: Twitter Erick Thohir)

Diringkusnya teroris berinisial DE oleh Densus 88 Antiteror Polri di Bekasi, (14/8/2023) kembali membuka ingatan kita tentang sel-sel terorisme dan radikalisme masih bertebaran di republik ini. Terorisme dan radikalisme masih menjadi bahaya laten yang harus terus diwaspadai.

Yang mengejutkan dari tertangkapnya DE, bukan saja jumlah senjata yang berhasil diamankan Densus 88, yaitu sebanyak 16 senjata api berbagai ukuran, juga sejumlah amunisi yang siap membungkam lawan.

Tujuannya sangat jelas: DE bermaksud menyerang Mako Brimob Kelapa Dua untuk membebaskan narapidana teroris (napiter) serta merebut gudang senjata Mako Brimob Kelapa Dua dan menggunakannya untuk menyerang polisi.

Tapi Tuhan masih sayang dengan republik ini. Densus 88 dengan segala kemampuan yang dimilikinya berhasil mengendus niat jahat mereka dan langsung bergerak untuk membungkam aktivitas mereka.

Terduga teroris tersebut merupakan seorang pegawai BUMN yang notabene-nya adalah pegawai perusahaan milik negara. Mau tidak mau, ini menjadi persoalan serius terkait soal bagaimana sebuah perusahaan negara bisa membiarkan karyawannya terpapar terorisme dengan begitu mudahnya.

Hal tersebut mendapatkan sorotan dari Hengki Irawan, Ketua Bidang Pertahanan dan Keamanan Dewan Pimpinan Nasional Barikade 98. Hengki menyoroti soal proses rekrutmen pegawai BUMN yang dinilainya masih memiliki kelemahan.

“Biasanya titik lemahnya itu terjadi pada proses seleksi internal oleh pihak HRD,” ujar Hengki.

Hengki menilai proses rekrutmen di BUMN masih tercederai oleh ulah permainan oknum orang dalam yang mengambil untung dengan menjadikan transaksi proses uji tes penerimaan pegawai.

“Lulus dan tidaknya, mereka transaksikan. Karena jumlah pencari kerja yang sangat banyak, tentu minat untuk masuk BUMN sangat tinggi,” jelas Hengki.

Meski begitu Hengki melihat ada upaya untuk memperbaikinya, seperti dengan pola Rekrutmen Bersama tahun 2023 ini yang terlihat berupaya menutup celah transaksi bagi oknum BUMN yang nakal.

Hengki menjelaskan, pola rekrutmen antara institusi negara dan kelompok radikal jihadis bisa saling cross beririsan, artinya satu individu bisa menjadi agen yang mengikuti rekruitmen kedua struktur tadi.

“Bisa individu tersebut lebih dahulu direkrut oleh institusi negara dan swasta, atau lebih dulu terekrut oleh kelompok bawah tanah kaum radikalis transnasional ideologi,” ungkap Hengki.

“Dalam kasus DE yang merupakan karyawan di PT KAI, kronologisnya secara post factum yaitu tahun 2010 sudah baiat dengan Majelis Mujahidin Barat, di Bandung. Kemudian tahun 2014 sudah baiat dengan ISIS. Dan tahun 2016 masuk ke PT KAI, tahun 2023 ditangkap jadi tersangka teroris,” urai Hengki.

Dari rentetan tersebut secara pre factum seharusnya ada proses yang lebih baik untuk mencegah terjadinya kecolongan.

“Yang jadi pertanyaan publik adalah kok bisa DE masuk ke KAI? Sistem rekrutmentnya KAI seperti apa? Apakah dilakukan pre test screening misalnya?” tanyanya.

Pola rekrutmen menurut Hengki harus dilakukan secara menyeluruh. Bisa dengan mengumpulkan data aktivitas kegiatan, minat dan perhatiannya. Misalkan dengan melihat semua media sosial yang diikutinya.

“Karena lewat media sosial bisa menganalisis kepribadian seseorang. Apalagi terbukti DE ini memang melakukan propaganda lewat media sosialnya,” lanjut Hengki.

Jadi, menurut Hengki, rekrutmen BUMN tidak hanya sekedar interview dan tes akademik saja, tapi juga dilakukan upaya yang lebih mendalam.

Upaya Preventif

Dari fenomena yang terjadi terkait terorisme dan radikalisme, beberapa kasus secara tidak langsung terkoneksi dengan aktivitas BUMN. Sebut saja misalnya pengajian yang pernah dilakukan oleh karyawan PLN yang mengundang penceramah yang dikenal sering menyebarkan paham radikalisme.

Makanya tidak heran jika Menteri BUMN Erick Thohir melakukan upaya preventif dengan melakukan program deradikalisasi, salah satunya dengan mengundang penceramah yang nasionalismenya tidak diragukan lagi.

Namun upaya itu belumlah cukup. Budi Hermansyah, Ketua Barikade 98 Jawa Barat menilai seharusnya BUMN menggandeng para stake holder yang memiliki pengalaman dalam mengatasi terorisme dan radikalisme, seperti BIN, BAIS, BPIP, dan BNPT.

Budi juga sangat setuju dengan perlunya BUMN membenahi pola rekrutmen karyawannya. “Para stake holder tersebut bukan hanya untuk mengawasi tapi juga memonitor dan menjadi sinergi kolaboratif antar kelembagaan,” katanya.

Para stake holder tersebut bisa terlibat dalam proses screening perekrutan SDM BUMN ditinjau dari aspek kesetiaan terhadap bangsa dan negara. Sehingga kalaupun ada yang sudah terpapar dengan radikalisme dan terorisme bisa segera diantisipasi.

“Pengawasan harus berjalan secara ketat, bukan setelah peristiwa terjadi baru mengobati tapi dari awal sudah melalui proses seleksi ketat sehingga tidak terulang kejadian serupa yang sama dikemudian hari,” tegas Budi.

“Kementerian BUMN harus mampu mendeteksi dan melakukan pencegahan secara dini. Sangat diperlukan task force atau timsus untuk memantau selama 24 jam dan melakukan cyber patrol di dunia media sosial mereka seperti apa pola perilaku kehidupan semua insan BUMN setiap harinya,” ujar Budi Hermansyah.

Dengan begitu, menurut Budi, BUMN bisa memantau seluruh SDM dari level bawah hingga level atas agar sesuai dengan standar negara terutama yang terkait dengan ideologi dan kesetiaan kepada negara.

Hal senada juga disampaikan Ali Suro, Ketua Barikade 98 Banten yang berharap bisa dilakukan screening kepada pegawai-pegawai BUMN dari level top sampai ke bawah karena diduga banyak yang sudah terpapar oleh ideologi radikalisme dan terorisme.

“Kalau bisa diadakan litsus dan jika diperlukan setiap hari senin diadakan upacara di masing-masing kantor BUMN. Kita gelorakan terus ideologi Pancasila dan cinta NKRI,” tegas Ali Suro.

Ali Suro menekankan perlunya screening sebagai upaya untuk mengantisipasi masuknya paham yang menyesatkan tersebut. Ali mencontohkan di PT Krakatau Steel pernah terdapat seorang kepala seksi (kasi) yang terpapar paham radikalisme dan terorisme.

“Jadi tidak menutup kemungkinan di perusahaan-perusahaan BUMN lainnya ada hal seperti itu bahkan bisa jadi mereka menjadi salah satu penyandang dana di kegiatan tersebut,” ungkap Ali.

Ali juga sangat setuju jika pihak terkait menindak tegas BUMN yang mengundang ustad-ustad yang terpapar radikalisme.

“Perlu diketahui ini warisan pemerintah sebelumnya yang sangat longgar sehingga masuknya ideologi radikalisme dan terorisme dan mewariskannya pada pemerintahan sekarang,” katanya.

Sementara itu, Budi Hermansyah juga mengkritisi core value AKHLAK BUMN yang dinilainya baru sebatas jargon belaka tanpa menyentuh hal yang substansial.

“Saya berharap ada sikap tegas Menteri BUMN Erick Thohir untuk menjadi pelopor. Sehingga bisa menjadi legacy bahwa di akhir masa jabatan Menteri BUMN Erick Thohir tidak adalagi insan BUMN yang terpapar radikalisme dan terorisme,” tegas Budi.

“Sudah selayaknya BUMN menjadi kebanggaan negara dalam membawa kedaulatan perekonomian nasional yang setia kepada negara dan terbebas dari paham radikalisme dan terorisme yang merongrong kewibawaan negara,” papar Budi.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here