Foto Dok. Antam

Indonesia sangat terkenal dengan kekayaan sumber daya alamnya, mulai dari hutan, laut, minyak bumi, gas, batu bara, hingga emas. Semua kekayaan itu dimiliki oleh Indonesia dan tersebar di berbagai provinsi yang ada, dari Sumatera hingga Papua.

Bahkan, salah satu paru-paru di dunia ini terletak di Indonesia, lho, tepatnya di pulau Kalimantan. Kekayaan alam berupa hutan tersebut membuat Indonesia menjadi penyumbang oksigen terbesar ke-2 di dunia.

Indonesia mempunyai sumber daya alam yang melimpah karena terletak pada daerah tropis yang memiliki curah hujan tinggi. Dengan keadaan seperti itu, maka banyak sekali tumbuhan yang hidup dengan baik.

Indonesia menjadi salah satu negara yang mempunyai sumber daya alam nikel terbesar di dunia. Dengan demikian, maka Indonesia memiliki potensi yang besar untuk menjadi negara yang ikut andil dalam industri battery electric vehicle (BEV). Nikel merupakan bahan baku industri baterai dan pengembangan mobil listrik. Beberapa waktu yang lalu Presiden Joko Widodo sempat berkunjung ke pabrik Tesla dan menemui Elon Musk.

Dalam pertemuan tersebut, Jokowi mengatakan bahwa mereka sedang membicarakan investasi teknologi ataupun inovasi. Hal tersebut tentu saja bisa berkaitan dengan pengembangan pabrik Tesla di Indonesia. Sebab, Indonesia mempunyai SDA nikel yang banyak.

Terkait perihal tersebut pemerintah terus berupaya untuk menggenjot hilirisasi tambang di dalam negeri. Pasalnya, melalui program hilirisasi ini dapat menciptakan nilai tambah yang jauh lebih besar.

Presiden Joko Widodo mengatakan hilirisasi pada komoditas nikel misalnya, telah mendatangkan lonjakan pendapatan negara. Terutama setelah kebijakan larangan ekspor bijih nikel diberlakukan.

“Dulu nikel kita setop ramai, orang datang siapa saja menyampaikan hati-hati ekspor bisa anjlok karena memberhentikan ekspor nikel ini,” ungkap Jokowi dalam agenda UOB Economic Namun, lewat pelarangan ekspor bijih nikel menjadi ekspor melalui proses hilirisasi, pendapatan negara justru melejit signifikan dari yang sebelumnya hanya US$ 1,1 miliar atau Rp 15 triliunan pada tahun 2017-an menjadi US$ 20,9 miliar atau Rp 360 miliar pada tahun 2021.

“Meloncat dari Rp 15 triliun ke Rp 360 triliun, itu baru nikel. Nanti kita setop lagi timah, tembaga. Setop lagi ekspor barang-barang mentahan,” ungkap dia.

Oleh karena itu, menurutnya arah kebijakan pemerintah ke depan yaitu menghentikan ekspor bahan mentah dan membangun industri pengolahan dan pemurnian (smelter) di dalam negeri.

“Hilirisasi jangan sampai berpuluh-puluh tahun menjual komoditas saja, kini setop tapi satu-satu tidak barengan,” tandas Jokowi.

Berikut daftar “harta karun” RI yang bahkan bisa membuat iri sejumlah negara dan menjadi rebutan dunia:

1. Batu Bara

Berdasarkan catatan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), cadangan batu bara Indonesia mencapai sebanyak 31,7 miliar ton. Tahun ini produksi batu bara Indonesia ditarget mencapai 663 juta ton.

Sejatinya, penggunaan batu bara ke depan akan terancam tatkala dunia akan memasuki masa transisi energi dari energi fosil menuju energi bersih atau energi baru dan terbarukan (EBT), demi mencapai net zero emission (NZE) pada tahun 2060.

Di Indonesia sendiri, penggunaan batu bara akan mulai terkikis, di mulai dari dihentikannya pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) baru mengacu pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 112 tahun 2022 tentang Percepatan Pembangunan Energi Baru Terbarukan Untuk Penyediaan Tenaga Listrik.

Pengurangan penggunaan batu bara di Indonesia dinilai karena dunia iri dengan melimpahnya pasokan batu bara yang ada di Indonesia. Hal itu dikatakan langsung oleh Plh Direktur Eksekutif Indonesia Mining Association (IMA), Djoko Widajatno dalam Webinar Bedah Buku Tambang Transformatif.

Ia bilang, banyak negara memang yang berusaha mengurangi efek dari emisi gas rumah kaca hingga CO2, salah satunya adalah dengan mengurangi penggunaan batu bara. Namun dalam kacamata Djoko, negara-negara tersebut masih banyak yang mencari energi paling murah.

Adapun energi paling murah ini adalah batu bara. “Dunia iri kepada Indonesia, karena iri kita di desak untuk mengurangi pemakaian energi fosil, tapi bagaimana caranya kita bisa menggunakan energi bersih tanpa mengurangi energi fosil,” ungkap dia, Senin (26/9/2022).

Ia mengatakan, bahwa ada peneliti dari Swiss yang melakukan penelitian di Indonesia atas penggunaan batu bara. Di mana, Emisi CO2 dari Indonesia yang dihasilkan dari Indonesia hanya 2% untuk efek Dunia.

“Apa artinya 2%, kenapa kita sibuk dengan mencari pinjaman untuk energi baru terbarukan dan sebagainya. Apakah kita tidak termasuk yang paranoid?” ungkap dia.

2. Nikel

Cadangan nikel RI menjadi yang terbesar di dunia. Data Kementerian ESDM 2020 dalam booklet bertajuk “Peluang Investasi Nikel Indonesia”, menyebut cadangan logam nikel yang dimiliki RI sebesar 72 juta ton Ni (nikel).

Jumlah ini merupakan 52% dari total cadangan nikel dunia yang mencapai 139.419.000 ton Ni. Data tersebut merupakan hasil olahan data dari USGS Januari 2020 dan Badan Geologi 2019.

Sementara untuk bijih nikel, berdasarkan data Kementerian ESDM tahun 2020, total sumber daya bijih nikel mencapai 8,26 miliar ton dengan kadar 1%-2,5%, di mana kadar kurang dari 1,7% sebesar 4,33 miliar ton, dan kadar lebih dari 1,7% sebesar 3,93 miliar ton.

Adapun cadangan bijih nikel mencapai 3,65 miliar ton untuk kadar 1%-2,5%, dimana cadangan bijih nikel dengan kadar kurang dari 1,7% sebanyak 1,89 miliar ton dan bijih nikel dengan kadar di atas 1,7% sebesar 1,76 miliar ton.

Nikel memiliki banyak kegunaan mulai dari bahan baku pembuatan baterai untuk kendaraan listrik hingga bahan baku kendaraan listrik itu sendiri, sehingga RI menjadi incaran asing karena kekayaan sumber daya alam nikel ini.

Nilai tambahnya pun tidak perlu diragukan lagi. Berdasarkan pemaparan Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Pengembangan Industri Sektor ESDM Agus Tjahajana pada webinar awal bulan ini, pengolahan bijih nikel kadar rendah (limonit) menjadi nikel sulfat, maka nilai tambahnya menjadi 11,4 kali.

Kemudian, bila diproses lebih lanjut ke precursor, maka nilai tambahnya menjadi 19,4 kali. Jika diproses lagi menjadi katoda, maka nilai tambahnya menjadi 37,5 kali dan saat diproses menjadi produk yang paling hilir berupa sel baterai, maka nilai tambahnya menjadi 67,7 kali.

Sementara itu, bijih nikel kadar tinggi (saprolit), setelah diproses menjadi feronikel, maka nilai tambahnya menjadi 4,1 kali. Lalu jika diproses lagi menjadi nikel sulfat, maka nilai tambahnya menjadi 5,7 kali.

Selanjutnya, jika diproses menjadi precursor, maka nilai tambahnya menjadi 9,6 kali, diproses lebih hilir lagi menjadi katoda nilai tambahnya menjadi 18,6 kali, dan terakhir saat menjadi produk cell (sel baterai), maka nilai tambahnya menjadi 33,6 kali.

3. Logam Tanah Jarang

Indonesia memiliki potensi ‘harta karun’ super langka dalam hal ini logam mineral tanah jarang (LTJ) atau rare earth element (RRE). ‘harta karun’ super langka ini pun hanya tersebar di beberapa lokasi saja dengan jumlah cadangan 1,5 miliar ton.

Lantas, dimana sajakah lokasi sebaran ‘harta karun’ super langka ini?

Berdasarkan “Kajian Potensi Mineral Ikutan pada Pertambangan Timah” yang dirilis Kementerian ESDM pada 2017, logam tanah jarang ini tersebar di beberapa daerah, antara lain Kepulauan Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi, dan Papua.

‘Harta karun’ super langka ini akan semakin diincar dunia ke depannya karena dibutuhkan untuk bahan baku komponen teknologi canggih, seperti baterai, telepon seluler, komputer, industri elektronika, pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT), hingga peralatan senjata atau industri pertahanan dan kendaraan listrik.

Dari ke-17 unsur logam tanah jarang tersebut, enam diantaranya sangat diperlukan untuk pengembangan kendaraan listrik, yaitu lanthanum (La), cerium (Ce), neodymium (Nd) untuk baterai, praseodymium (Pr), neodymium (Nd), terbium (Tb), dan dysprosium (Dy) untuk generator dan motor listrik.

Berdasarkan buku “Potensi Logam Tanah Jarang di Indonesia” Badan Geologi Kementerian ESDM pada 2019, cadangan logam tanah jarang terbesar dunia terdapat di China. Selain penyimpan logam tanah jarang terbesar di dunia, China juga merupakan produsen LTJ terbesar di dunia.

Tak ayal, bila harga jual dari logam tanah jarang tersebut menggunakan indeks mata uang China, yuan.

Adapun salah satu logam tanah jarang yang dijual di pasar yaitu neodymium (Nd). Mengutip tradingeconomics, neodymium adalah bahan magnet permanen terkuat yang pernah ditemukan. Ini banyak digunakan di mikrofon, pengeras suara profesional, headphone, hard disk komputer, kendaraan listrik, dan juga generator. Ini adalah mineral tanah jarang yang sebagian besar diekstraksi di China, Amerika Serikat, Brazil, India, Sri Lanka, dan Australia.

Mengutip Trading Economics, harga neodymium di pasar pada Rabu (28/09/2022) tercatat sekitar 883.770 yuan China (CNY) per ton atau setara Rp 1,87 miliar per ton (asumsi Rp 2.114 per CNY).

Harga neodymium ini terlihat meningkat sejak awal 2021 di mana pada awal tahun harga berada di kisaran CNY 620.551 atau sekitar Rp 1,38 miliar per ton. Bahkan, pada Oktober 2020 harganya hanya sekitar CNY 423.810 atau sekitar Rp 941 juta per ton.

Harga ini tentunya masih jauh berbeda dibandingkan dengan harga batu bara, meski harga batu bara melejit ke atas US$ 400 per ton.

4. Timah

Ternyata cadangan timah Indonesia merupakan terbesar kedua di dunia. Berdasarkan data Peluang Investasi Timah Indonesia 2020, cadangan timah Indonesia merupakan terbesar ke-2 di dunia, yakni 17% dari total cadangan timah dunia, setelah China yang menguasai 23% cadangan timah dunia.

Setelah Indonesia, ada Brazil yang menguasai 15% cadangan timah dunia, lalu Australia 9%, dan Bolivia 8% dari cadangan timah dunia.

“Indonesia memiliki cadangan timah terbesar ke-2 di dunia, artinya Indonesia berperan penting dalam penyediaan bahan baku timah dunia,” tulis data “Peluang Investasi Timah 2020” tersebut.

Total cadangan timah dunia pada awal 2020 tercatat sebesar 4,74 juta ton logam timah, di mana Indonesia tercatat sebesar 800 ribu ton logam.

Sementara dari sisi sumber daya, sumber daya timah RI tercatat mencapai sekitar 2,88 juta ton logam dan 10,78 miliar ton bijih timah.

Tak hanya menguasai cadangan terbesar kedua di dunia, Indonesia juga merupakan produsen timah terbesar kedua yakni 22%, setelah China yang mencapai 47% dari produksi dunia.

Adapun produsen timah terbesar ketiga dunia yaitu Bolivia 14%, lalu Malaysia 7% dan Peru 6%.

Berdasarkan data Minerba One Data Indonesia (MODI) Kementerian ESDM, produksi logam timah RI pada 2020 tercatat sebesar 54.260 ton, turun dari 76.390 ton pada 2019.

Timah juga merupakan komoditas global yang diolah untuk bahan baku produk elektronik seperti timah solder, tin chemical, plat timah (tinplate), lead acid batteries, copper alloys, dan lainnya.

5. Bauksit

Salah satu “harta karun” Indonesia yang tak main-main jumlahnya, bahkan termasuk terbesar keenam di dunia yaitu bauksit.

Komoditas bauksit bisa diolah menjadi produk aluminium yang biasa digunakan untuk keperluan konstruksi/ bangunan, peralatan mesin, transportasi, kelistrikan, kemasan, barang tahan lama, dan lainnya.

Bila Indonesia benar-benar mengolah bauksit menjadi produk jadi siap pakai tersebut, maka tak terbayangkan nilai tambah yang dihasilkan negeri ini akan jauh berlipat-lipat dibandingkan hanya memproduksi dan menjual barang mentah bauksit ini.

Berdasarkan data Booklet Bauksit 2020 Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengolah data USGS Januari 2020, jumlah cadangan bauksit Indonesia mencapai 1,2 miliar ton atau 4% dari cadangan bijih bauksit dunia yang sebesar 30,39 miliar ton.

Adapun pemilik cadangan bijih bauksit terbesar di dunia yaitu Guinea mencapai 24%, lalu Australia menguasai 20%, Vietnam 12%, Brazil 9%, dan kemudian di peringkat kelima ada Jamaika 7%.

Berdasarkan data Kementerian ESDM ini, jumlah sumber daya bijih terukur bauksit Indonesia mencapai 1,7 miliar ton dan logam bauksit 640 juta ton, sementara cadangan terbukti untuk bijih bauksit 821 juta ton dan logam bauksit 299 juta ton.

“Indonesia memiliki cadangan bauksit nomor 6 terbesar di dunia, artinya Indonesia berperan penting dalam penyediaan bahan baku bauksit dunia,” tulis Booklet Bauksit 2020 tersebut.

Sumber : cnbcindonesia.com

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here