Kinerja portofolio BUMN tahun 2021 menunjukkan capaian yang positif di tengah situasi pandemi global yang penuh tantangan. Hal ini tidak terlepas dari berbagai agenda transformasi yang dituangkan dalam peta jalan BUMN. (Foto Dok. Kementerian BUMN)

Mungkin belum banyak yang tahu kalau sebenernya ada banyak Warga Negara Indonesia (WNI) yang mengenyam pendidikan mulai dari S1 kedokteran, spesialis, hingga subspesialis di Luar Negeri (LN). Namun, sebagian besar dari dokter diaspora Indonesia ini akhirnya tidak kembali ke tanah air.

Padahal, saat ini, pemerintah sedang mengupayakan pemenuhan kebutuhan dokter tanah air untuk mewujudkan transformasi kesehatan Indonesia. Salah satunya adalah dengan mengajak dokter diaspora untuk kembali ke tanah air.

Jika membicarakan masalah pendapatan, memang benar bahwa pendapatan dokter di luar negeri reratanya lebih tinggi dibandingkan dengan di tanah air.

Namun, pada kenyataannya, tidak sedikit dokter diaspora yang kemudian “dipanggil” kembali atau ingin kembali ke tanah air karena alasan tertentu, misalnya alasan keluarga.

Meskipun beberapa dokter diaspora ingin kembali dan bekerja di tanah air, akhirnya mereka urung melakukannya karena birokrasi yang tidak jelas, berbelit, dan lama seperti yang diungkapkan oleh para perwakilan dokter diaspora.

Regulasi adaptasi bagi dokter diaspora yang tidak jelas dan tidak transparan inilah yang menjadi salah satu titik masalahnya dan menjadi alasan bagi para dokter diaspora enggan kembali.

Para dokter diaspora mengaku sangat ingin kembali ke Tanah Air untuk mengabdikan diri di bidang medis. Namun, ini terkendala dengan kecanggihan teknologi yang selama ini digunakan di luar negeri, dan belum tersedia di Indonesia.

Terkait hal ini, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir berjanji akan menghadirkan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kesehatan yang canggih, inovatif dan ramah lingkungan, yang sudah tentu memerlukan banyak tenaga medis.

“Kawasan kesehatan salah satu yang sering disampaikan para diaspora adalah keinginan besar mereka untuk kembali ke Tanah Air. Tapi galau. Terutama mereka yang bekerja di bidang kesehatan,” ujar Erick Thohir mengutip Instagram @erickthohir, Selasa (4/10/2022).

Salah seorang dokter kebidanan dan kandungan di Milton Keynes University Hospital bernama Diah mengatakan, dirinya ingin pulang ke Tanah Air dan memberikan kontribusinya untuk negara, namun hal itu urung dilakukan karena kurangnya peralatan kedokteran canggih.

“Teman-teman saya ini banyak yang ingin kembali ke Indonesia. Mereka sudah berpuluh tahun training dan bekerja di negara dengan teknologi kedokteran yang sudah maju, saya tidak keberatan untuk ditemparkan di ujung Sumatera atau ujung Papua. Tapi saya akan kehilangan skill saya kalau enggak punya akses ke alat-alat canggih yang biasa saya pakai,” kata Diah.

Terkait hal itu, Erick mengungkapkan tidak lama lagi Indonesia akan memiliki teknologi canggih untuk digunakan para dokter-dokter diaspora yang pulang ke Indonesia.

Dia bilang, inilah cara menyiasati kebutuhan dokter diaspora, yang diharapkan bisa bersinergi dengan demand di tanah air.

“Seperti dr. Diah yang praktik di Milton Keynes University Hospital. Mbak Diah ingin mengabdi di pelosok Indonesia, tapi keahliannya akan sulit diimplementasi kalau teknologi kesehatan di sana belum canggih. Insya Allah sebentar lagi Indonesia punya,” lanjut Erick.

Erick menyebut KEK Kesehatan merupakan kawasan baru yang friendly dengan ekonomi hijau dan teknologi-teknologi canggih. Ia menyarankan agar dokter diaspora bisa kembali ke Indonesia setelah KEK Kesehatan di Bali rampung, dan dapat mengabdi untuk masyarakat di Indonesia.

“dr. Diah dan kawan-kawan bisa pulang nanti dan mengabdi. Kangen makan bakso pedes kan? Ini yang kita dorong. Kalau sudah jadi baru pulang, jangan sekarang kecepatan, karena sistemnya masih yang lama,” lanjut Erick Thohir.

Sumber : kompas.com


LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here