Kegaduhan yang menimpa Pejabat DJP melebar kemana-mana, sebelumnya ramai diperbincangkan perkara ramainya pejabat Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang rangkap jabatan sebagai komisaris di BUMN.
Fokus kerja yang bercabang akibat pejabatnya rangkap jabatan dikhawatirkan akan berdampak pada kinerja BUMN yang diawasi termasuk Kemenkeu. Pasalnya instansi pengelola keuangan di Indonesia itu memiliki peran penting dan vital.
Tim Advokasi dan Kampanye Seknas Fitra Gulfino Guevarrato mengatakan rangkap jabatan dilakukan oleh pejabat Kemenkeu eselon I dan II, atau mulai dari wakil menteri hingga kepala biro di institusi tersebut.
“Pantauan Seknas Fitra setidaknya 39 pegawai Kemenkeu dari eselon I dan II yang merangkap jabatan, mayoritas menjadi Komisaris di BUMN dan anak perusahaan BUMN,” kata Fino dalam keterangan tertulis, dikutip Senin (6/3).
Fitra menilai, Kemenkeu perlu mengevaluasi adanya pejabat yang merangkap jabatan, karena telah melanggar regulasi.
Baca juga: Berikan Kontribusi Terbaik bagi Masyarakat dan Negara, Pegawai BUMN Harus Miliki Jiwa Kerelawanan
Dalam Pasal 17 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, disebutkan adanya larangan untuk rangkap jabatan sebagai komisaris atau pengurus organisasi usaha bagi pelaksana yang berasal dari lingkungan instansi pemerintah, badan usaha milik negara, dan badan usaha milik daerah.
Dalam UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN Pasal 33 juga menyatakan, anggota komisaris dilarang memangku jabatan rangkap sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. “Dapat ditafsirkan, ASN yang memiliki jabatan dilarang untuk merangkap sebagai komisaris BUMN,” ujar Tim Data dan Riset Fitra Gurnadi Ridwan.
Meski terdapat Peraturan Menteri BUMN yang memperbolehkan rangkap jabatan Komasaris BUMN, tetapi peraturan perundang-undangan yang mempunyai derajat lebih rendah dalam hierarki peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan yang lebih tinggi.
Hal ini mengacu pada pada konsep hierarki perundang-undangan sesuai asas lex superior derogate legi inferiori. Berdasarkan asas tersebut, maka Peraturan Menteri BUMN yang mengizinkan rangkap jabatan harusnya tidak berlaku lagi. Jika tetap dipertahankan, hal ini jutru akan memicu ketidakpastian hukum.
Tidak lama berselang, Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo turut buka suara menyangkut perihal tersebut. Yustinus mengatakan, adanya pejabat Kemenkeu yang rangkap jabatan sebagai komisaris BUMN bukan saat ini saja.
Menurutnya, pejabat Kemenkeu yang mengisi kursi komisaris BUMN merupakan amanat Undang-undang tentang Keuangan Negara dan Undang-undang tentang BUMN. Dari sisi bendahara negara, keberadaan para pejabat ini dalam rangka pengawasan.
“Kalau di kami bendahara negara adalah salah satu ultimate shareholders pemegang saham utama karena memegang otoritas fiskal maka menempatkan perwakilan di sana, menugaskan para pejabatnya untuk menjadi komisaris dalam rangka pengawasan, karena di situ ada tanggung jawab,” kata Yustinus di Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Rabu (8/3/2023).
Baca juga: Erick Thohir Terima Pengelolaan Aset Jiwasraya 3,1 Triliun dari Kejaksaan Agung
Dia mengatakan, para pejabat tersebut ditempatkan di BUMN juga supaya koordinasinya lebih mudah.
“Kenapa kok pejabat? Karena di dalam dirinya melekat tanggung jawab dan supaya koordinasinya lebih mudah secara hierarki karena dia punya jabatan sehingga bisa menjalankan sesuai portofolionya. Kalau ada masalah langsung dilaporkan, mengundang rapat, dan sebagainya, itu bisa, bahkan mengubah kebijakan,” paparnya
Soal 39 pejabat Kementerian Keuangan (Kemenkeu) rangkap jabatan di BUMN sedang jadi perbincangan hangat. Menteri BUMN Erick Thohir pun buka suara menjelaskan soal pejabat Kementerian merangkap komisaris BUMN.
“Rangkap jabatan jangan dikonotasikan jelek. Aturan Undang-Undangnya diperbolehkan, kecuali Undang-Undangnya tidak diperbolehkan. Nah itu bagian dari proses. Selama aturannya tidak menyalahkan, saya nggak mungkin intervensi. Kenapa? Perwakilan menteri banyak di BUMN,” kata Erick, dalam konferensi pers di Tennis Indoor Senayan, Jakarya, Kamis (9/3/2023).
Begitu pula dengan peran Kementerian Keuangan, menurutnya keberadaannya sangat penting dalam menjaga sistem sistem moneter, terutama di BUMN perbankan.
“Kemenkeu ada di kami karena tadi yang dijelaskan oleh Ibu Sri Mulyani, di perbankan, di sini karena bagian dari penjagaan sistem moneter, dan saya tidak menutup mata, yang penting yang mewakilkan di BUMN,” terang Erick Thohir.
Selain itu, menurut Erick, perwakilan Kementerian ini penting dalam sarana pengecekan sekaligus dalam menjaga keseimbangan. Hal ini diperlukan dalam memastikan program-program yang dijalankan oleh BUMN berjalan lancar, terutama yang berkaitan dengan peran para kementerian tersebut.
Erick pun mencontohkan PT Pos Indonesia yang mendapat tugas menyalurkan bansos alias bantuan sosial, dan Perum Bulog.
“Contoh PT Pos menjadi bagian menyalurkan Bansos. Boleh nggak Menteri Sosial mengecek? Harus. Dia ingin cek, Kalau da keterwakilan, ya nggak apa-apa. Atau misalnya Bulog, ada keterwakilan Menteri Pertanian. Itu sebagai cek and balance nggak apa-apa. Justru jangan dibalik jadi hanya seakan-akan double jabatan untuk mencari ini,” terangnya.
Erick juga menjamin tetap memantau kinerja para pejabat kementerian yang menjadi komisaris di BUMN, dan tak segan mengganti mereka.
“Yang penting yang mewakilkan di BUMN harus kerja bener. Kalau tidak, ya saya punya hak mencopot,” tegasnya.