Kerjasama Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dengan Konsorsium Hyundai membuka jalan bagi pengembangan sel baterai kendaraan listrik di Indonesia. Kementerian BUMN mengumumkan pembentukan perusahaan baterai yang bernama PT Industri Baterai Indonesia (IBI). Holding IBI terdiri dari Mining Industri Indonesia (Mind ID), PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum), PT Aneka Tambang Tbk. (Antam), PT Pertamina, dan Perusahaan Listrik Negara (PLN). Selain kerjasama dengan Konsorsium Hyundai, pembentukan perusahaan ini juga melibatkan Korporasi KIA, Mobis Hyundai, dan LG Energy Solution.
Tujuan dari kolaborasi ini, selain untuk manufaktur kendaraan konvensional, adalah untuk menjadikan Indonesia pusat pengembangan ekosistem kendaraan listrik berbasis baterai. Oleh karena itu, IBI harus bisa memproduksi baterai secara kompetitif untuk memenuhi kebutuhan Indonesia serta dapat mengekspor sel baterai ke luar negeri.
Masing-masing BUMN yang terlibat dalam holding IBI memiliki peran dan tanggung jawab masing-masing. Mind ID dan Antam akan berperan dalam penambangan dan pengolahan mineral mentah. Sedangkan PLN dan PT Pertamina akan bertanggung jawab atas pembuatan sel baterai dan kemasan baterai, serta pembangunan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) di Indonesia.
Masa Depan Industri Sel Baterai Mobil Listrik di Indonesia
IBI direncanakan memiliki kapasitas produksi sebesar 140 gigawatt hour (GWh). Diperkirakan bahwa 50 GWh sel baterai yang diproduksi IBI akan diekspor ke luar negri. Kemudian, sisanya akan digunakan industri baterai di Indonesia untuk memproduksi mobil listrik. Setelah dibangun, perusahaan ini diprediksi dapat mempekerjakan sekitar 1,000 orang.
Wakil Menteri BUMN, Pahala Nugraha Mansury, menyatakan bahwa kolaborasi ini tidak hanya akan menghasilkan pabrik. Namun juga menjadikan IBI sebagai industri sel baterai yang terintegrasi. Indonesia akan memiliki fasilitas tambang, smelting (peleburan), produksi prekursor, baterai, membangun penstabil penyimpanan energi, serta fasilitas daur ulang.
Menteri Investasi/Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia, mengingatkan kembali agar dalam implementasi kerja sama ini, perusahaan wajib menggandeng pengusaha dan pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) lokal. Peringatan ini berkaitan dengan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Penting bagi perusahaan untuk menggandeng pengusaha dan pelaku UMKM agar dampak dari kerjasama ini juga dirasakan oleh masyarakat sekitar. Selain menggandeng pengusaha dan pelaku UMKM, kolaborasi ini membuka lapangan pekerjaan baru dengan kemampuannya untuk menampung cukup banyak tenaga kerja.
Keuntungan Investasi di Sektor Industri Sel Baterai di Indonesia
Nilai tambah ekonomi dalam industri pertambangan dan energi dapat tercipta, terutama pada nikel yang merupakan bahan utama baterai mobil listrik. Baterai sendiri mencakup 25-40 persen dari total biaya produksi mobil listrik. Jika Indonesia memiliki pabrik sel baterai mobil listrik, maka biaya produksinya dapat berkurang hingga 30-40 persen. Hal ini tentu dapat terwujud dengan berkat kekayaan alam yang dimiliki Indonesia.
Indonesia dikenal sebagai produsen nikel terbesar dunia. Gelar ini didapatkan pada tahun 2018 setelah menyalip Filipina. Ekspor nikel Indonesia pada tahun 2019 mencapai 17 miliar dolar AS atau 37,2 persen dari nilai ekspor dunia. Pada tahun yang sama, Indonesia berhasil memproduksi 29,6 persen dari total produksi bijih nikel dunia. Indonesia memiliki cadangan bijih nikel terbesar di dunia dengan porsi 23,7% dari seluruh cadangan dunia, sehingga mampu memproduksi bijih nikel dalam jumlah besar secara berkelanjutan. Selain itu, Indonesia juga memiliki cadangan kobalt yang besar. Kobalt merupakan salah satu bahan utama yang diperlukan untuk membuat baterai. Cadangan nikel dan kobalt yang besar akan mempengaruhi produksi baterai dikarenakan komponen kobalt dan nikel mencakup ± 90 persen dari total komponen baterai.
Kemudahan mendapatkan bahan baku untuk memproduksi baterai di Indonesia cukup menurunkan total biaya produksi sel baterai. Selain bahan baku, biaya produksi juga merupakan salah satu hal yang penting diperhatikan saat berinvestasi, sebab biaya produksi yang terlalu tinggi justru dapat menjadi beban tersendiri bagi perusahaan. Rendahnya upah tenaga kerja di Indonesia menjadikan Indonesia sebagai negara dengan biaya produksi yang cukup rendah di Asia.
Kekayaan alam Indonesia dan rendahnya upah tenaga kerja di Indonesia memungkinkan Indonesia untuk kemudian menjual mobil listrik dengan harga yang lebih kompetitif. Dengan demikian, mobil listrik dapat diakses oleh lebih banyak kalangan di Indonesia. Jika mobil listrik murah dan mudah terjangkau, maka tentu akan terjadi peningkatan pada penjualan mobil listrik di Indonesia. Hal ini dapat membantu percepatan perbaikan kondisi ekonomi Indonesia pasca pandemi Covid-19.
Menteri BUMN Erick Thohir mengungkap banyak perusahaan yang berminat investasi pengembangan baterai kendaraan listrik di Indonesia. Menyusul, hilirisasi minerba yang dilakukan indonesia, salah satunya ekosistem kendaraan listrik.
Dalam hal ini, perusahaan pelat merah mengambil peran sentral dengan adanya Indonesia Battery Corporation (IBC). Ya, IBC merupakan perusahaan patungan antara Holding BUMN Pertambangan atau MIND ID, PT Antam Tbk, PT Pertamina (Persero), dan PT PLN (Persero).
Diaamping itu, Erick Thohir mengapresiasi adanya Green Fund yang diinisiasi dalam G20. Ini merupakan wadah pendanaan untuk pengembangan ekosistem kendaraan listrik. Ini juga buah kerja sama antara Indonesia Investment Authority (INA), Contemporary Amperex Technology Co., Limited (CATL) dan CMB International Corporation Limited (CMBI).
“Kekayaan nikel kita adalah modal untuk pengembangan supply chain EV battery dari hulu ke hilir. Sejak Indonesia mengambil kebijakan hilirisasi industri minerba, salah satunya fokus pengembangan industri EV battery, banyak perusahaan internasional yang ingin menjajaki kerjasama dengan Indonesia. Karena itu, keterlibatan dan kepercayaan INA, CATL dan CMBI dalam pengembangan EV battery, harus kita apresiasi,” ujar Erick dalam keterangannya, Kamis (17/11/2022).
Untuk diketahui, Nota Kesepahaman yang ditandatangani terkait Green Fund sekitar USD2 miliar atau sekitar Rp 31 triliun. Fokusnya untuk membangun rantai nilai dari hulu hingga hilir bagi kendaraan listrik (electric vehicle/EV) terutama di Indonesia.
Langkah ini juga jadi bentuk dukungan keberlanjutan dan komitmen Indonesia mencapai target Net Zero Emission pada 2060.
Green Fund akan menjadi platform khusus untuk menangkap peluang investasi dalam ekosistem EV yang sedang berkembang. Indonesia memiliki posisi strategis untuk menjadi pemain utama dalam rantai pasok EV global, mengingat seperempat dari cadangan nikel dunia ada di Indonesia. Nikel merupakan bahan utama dalam produksi baterai.
Menangkap peluang tersebut, Kementerian BUMN bersama empat BUMN sektor pertambangan dan energi, yakni Holding Industri Pertambangan – MIND ID, PT Antam Tbk, PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero) telah mendirikan PT Industri Baterai Indonesia/Indonesia Battery Corporation (IBC) di kuartal pertama tahun 2021 lalu.
IBC diamanahkan untuk fokus pada pengelolaan ekosistem industri baterai kendaraan bermotor listrik (Electric Vehicle Battery) yang terintegrasi dari hulu hingga hilir untuk memaksimalkan potensi sumber daya mineral di Indonesia.
Guna memperkuat ekosistem yang dibangun, IBC dan ANTAM menjalin kolaborasi dengan pemain baterai global melalui penandatanganan Framework Agreement pada 14 April 2022 untuk inisiatif proyek baterai kendaraan listrik (EV battery) terintegrasi. Perkiraan total nilai investasi dari mitra global ini mencapai sebesar USD15 Miliar atau setara dengan Rp215 Triliun.
Sejalan dengan upaya transisi energi tersebut, Kementerian BUMN turut mendukung pengembangan EV dalam ranah praktis dengan mendorong percepatan program kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (battery electric vehicle) untuk transportasi jalan di lingkungan BUMN.
“Indonesia perlu mendorong percepatan transisi ini. Salah satunya dengan membangun pabrik baterai kendaraan listrik, yang bahan baku utamanya nikel. Peningkatan nilai tambah komoditas nikel ke depan, tak hanya akan mampu membuat kita memenuhi kebutuhan dalam negeri, tapi akan menjadikan Indonesia sebagai pengekspor utama baterai di dunia,” ujar Menteri BUMN menambahkan.(Irw13)
Dari berbagai sumber