Saat ini banyak kasus pelanggaran hukum yang turut menyeret para aparat penegak hukum. Mulai dari Polisi, Jaksa hingga Hakim. Dilihat dari beberapa kasus yang melibatkan aparat penegak hukum saat ini, menunjukkan bahwa mafia peradilan masih tetap eksis di indonesia. Kasus-kasus yang turut menyeret para aparat penegak hukum menjadi bukti adanya praktik mafia peradilan di Indonesia.
Permasalahan yang esensial dalam penegakan hukum di Indonesia bukan hanya semata-mata terhadap produk hukum yang tidak responsif, melainkan juga berasal dari faktor aparat penegak hukumnya. Untuk meletakkan pondasi penegakan hukum, maka pilar yang utama adalah penegak hukum yang mampu menjalankan tugasnya dengan integritas dan dedikasi yang baik. Karena sepanjang sapu kotor belum dibersihkan, maka setiap pembicaraan tentang keadilan akan menjadi omong kosong belaka.
Presiden Joko Widodo atau Jokowi menilai pentingnya dilakukan reformasi di sektor hukum Indonesia, usai ditetapkannya Hakim Agung Sudrajad Dimyati sebagai tersangka korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan dugaan suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA). Jokowi meminta ada perubahan di bidang hukum atas kejadian ini.
Kepala Negara mengaku telah memerintahkan hal ini kepada Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md untuk melakukan reformasi di sektor hukum.
“Saya liat ada urgensi sangat penting untuk mereformasi bidang hukum kita dan itu sudah saya perintahkan ke Menko Polhukam, jadi silakan tanyakan ke Menko Polhukam,” kata Jokowi di Pangkalan TNI Angkatan Udara, Senin, 26 September 2022.
Tapi Jokowi tidak merinci perintah reformasi hukum yang dimaksud akan menyasar apa saja. Selebihnya, Jokowi menyebut yang paling penting adalah menunggu proses hukum yang ada di KPK sampai selesai. “Saya kira kita ikuti proses hukum yg ada di KPK,” kata dia.
Sebelumnya, Sudrajad Dimyati menjadi Hakim Agung pertama yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada Rabu lalu, 21 September 2022. Ketua KPK Firli Bahuri menyampaikan bahwa kasus yang melibatkan sosok hakim agung ini bermula ketika Koperasi Simpan Pinjam Intidana menghadapi gugatan di Pengadilan Negeri Semarang. Gugatan pailit ini dilayangkan oleh 10 anggota KSP Intidana.
Baik di pengadilan tingkat pertama dan tinggi, gugatan tersebut ditolak sehingga naik dalam tingkat pengadilan kasasi. Di tingkat kasasi inilah, Dimyati diduga menerima uang sebesar Rp 800 juta guna memuluskan gugatan yang dilayangkan oleh para penggugat.
Secara keseluruhan, dalam OTT pada hari Rabu, 21 September 2022, KPK menyita uang tunai sebesar 202.000 dolar Singapura atau sekitar Rp 2,2 miliar.
Sudrajad Dimyati sempat tak lolos di uji kelayakan pada 2013
Berdasarkan catatan Tempo, Sudrajad Dimyati ternyata sempat tidak lolos dalam uji kelayakan dan kepatutan hakim agung yang berlangsung pada 2013.
Mantan Ketua Komisi III sekaligus salah satu pemimpin dalam uji kelayakan tersebut, I Gede Pasek Suardika, menyampaikan bahwa Dimyati tidak lolos menjadi hakim agung sebab ada kecacatan dalam rekam jejak.
Kecacatan yang dimaksud adalah dugaan suap antara Dimyati dan Bahruddin Nashori, anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, yang berlangsung di toilet Komisi I. Tetapi, baik Dimyati maupun Bahruddin membantah bahwa keduanya terikat sebuah suap atau hasil lobi.
Dugaan ini mencuat setelah salah seorang jurnalis mengaku melihat keduanya bertemu di toilet. Alhasil, keesokan harinya, Gede Pasek Suardika mendampingi Bahruddin Nashori untuk memberikan penjelasan terkait peristiwa tersebut kepada publik.
Kekayaan Dimyati Rp 10,7 miliar
Merujuk Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara alias LHKPN, Sudrajad Dimyati memiliki total kekayaan Rp 10,7 miliar. Sumber terbesar kekayaan ini adalah delapan bidang tanah dan bangunan di Jakarta dan Yogyakarta senilai lebih dari Rp 2,4 miliar serta kepemilikan kas lebih dari Rp 8 miliar.
KPK telah menetapkan 10 tersangka dan menahan 8 orang dalam kasus ini. Sebanyak 6 tersangka ditetapkan sebagai penerima suap, yaitu Hakim Agung Sudrajad Dimyati, Hakim Yudisial Elly Tri Pangestu, PNS Kepaniteraan MA Desy Yustria, dan dua PNS MA, Nurmanto Akmal serta Muhajir Habibie.
Sementara itu, empat tersangka lain ditetapkan sebagai pemberi suap, yaitu dua pengacara bernama Yosep Parera dan Eko Suparno serta dua Debitur KSP Intidana bernama Heryanto Tanaka dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto. Heryanto dan Ican inilah yang belum ditahan oleh KPK.
Sumber : tempo.co