Pernyataan Edy Mulyadi terkait soal Ibu Kota Negara sebagai tempat jin buang anak dan yang lainnya menuai kecaman keras. Tidak hanya dari masyarakat Kalimantan dan Suku Dayak, tapi juga dari Masyarakat Adat Sunda.
Hal itu disampaikan Pupuhu Agung/Ketua Umum Dewan Karatuan Majelis Adat Sunda, M. Ari Mulia Subagdja.
Ari Mulia Subagdja dalam keterangan resminya mengatakan, dirinya selaku Pupuhu Agung/Ketua Umum Dewan Karatuan Majelis Adat Sunda dan juga atas nama Masyarakat Adat Sunda ikut marah dan merasakan getar batin saudara-saudara kami di Kalimantan.
“Khususnya masyarakat Adat Dayak yang perasaan kolektifnya terciderai oleh sikap dan pernyataan Saudara Edy Mulyadi dan kawan-kawan,” kata Ari.
“Secara khusus, kami juga ikut marah atas sikap Edy Mulyadi karena mengenakan iket kepala yang merupakan atribut adat masyarakat Sunda saat ia menyampaikan kata-kata yang menyakitkan saudara kami dari suku Dayak,” ungkap Ari.
“Kami atas nama Majelis Adat Sunda (MAS) merasa perlu menegur Saudara Edy Mulyadi yang telah menggunakan atribut adat Sunda saat melukai hati saudara kami masyarakat adat Dayak,” ujarnya.
Majelis Adat Sunda kembali mengajak seluruh eksponen masyarakat adat Nusantara dari Sabang sampai Merauke untuk terus meningkatkan solidaritas kebangsaan dan tidak terprovokasi untuk terpecah belah oleh ideologi dan ajaran yang anti kepada Pancasila.
Karena Pancasila adalah nilai-nilai yang digali yang bersumber inspirasi dari Bumi Nusantara yang dihuni oleh beragam suku bangsa dan praktek keyakinan yang telah ada dan hadir berabad-abad dan beribu tahun yang silam.
Pancasila dan Kebangsaan Indonesia, ungkap Ari, adalah kristalisasi nilai-nilai adat dan budaya yang tumbuh dan berkembang menurut hukum zaman.
“Oleh karena itu setiap bentuk negasi terhadap eksistensi adat dan budaya daerah dan suku bangsa harus dilawan oleh segenap elemen suku bangsa yang ada di Indonesia,” tegas Ari.
“Sekali lagi, kami atas nama Majelis Adat Sunda mendesak Edy Mulyadi untuk meminta maaf dan mempertanggungjawabkan pernyataannya yang menghina masyarakat Kalimantan dengan menggunakan atribut ke-Sunda-annya, di mana sikap tersebut tidak selaras dengan budaya yang senantiasa saling Silih Asih, Silih Asah dan Silih Asuh,” kata Ari.