Negeri ini salah satu yang dirahmati TUHAN dengan kesuburan yang luar biasa. Tak tanggung-tanggung grup musik legend Koes Ploes menggambarkannya secara hiperbol; tongkat kayu dan batu jadi tanaman.

Para ahli mencatat 31.725 jenis pohon tumbuh di seantero negeri ini. Belum lagi aneka tanaman yang bisa dikonsumsi. Sayangnya, kesuburan alamnya tak berbanding lurus dengan moral penghuninya terutama kalangan elitnya. Justru tentang yang satu ini amat memprihatinkan. Kerontang tepatnya, tak memberi harapan, dan belakangan kian merosot.

Tak tanggung, grafik kemerosotan itu dipertontonkan secara vulgar, gamblang oleh para elit bangsa di semua lini.

KPK Ternoda

Yang dipertontonkan mereka tidak hanya grafik yang menurun tetapi juga keanehan. Aneh kan jika KPK menahan oknum SYL dengan tuduhan memeras bawahannya. Eh hanya dalam hitungan hari saja sesudah penahanan tersebut. Ketua KPK FB diperiksa dengan dugaan pemerasan terhadap SYL. Mungkinkah ini antara lain yang dikatakan presiden; banyak drakornya?

Pemeriksaan terhadap Ketua KPK di Ditkrimsus Polda Metro Jaya berakhir tadi malam Jumat 24 November 2023 dengan menaikkan status FB dari yang sebelumnya sebagai saksi menjadi tersangka. Penetapan itu sungguh menyentak publik. Sebabnya karena KPK adalah lembaga penindakan tindak korupsi yang dibentuk khusus di luar dari dua lembaga penindakan yang sudah ada selama ini; kepolisian dan kejaksaan. Tidak heran, kehadiran KPK tahap awal menumbuhkan harapan publik begitu besar di tengah kegelisahan besar akibat korupsi besar yang menggerogoti negeri ini. Besar karena menurut analisa Prof. Dr. Sumitro saat itu, telah menggerus APBN sampai 30 persen. Dalam rangka mengerem penggerusan uang negara itulah KPK, Komite Pemberantasan Korupsi dibentuk dengan UU No.31 tahun 2002.

Jadi KPK sebuah lembaga khusus yang dibuat khusus dengan tugas khusus; menghentikan segala praktik korupsi yang sudah menggurita selama rezim otoritarian Orde Baru berkuasa.

Karena itu adalah sebuah kecelakaan fatal mendengar pengumuman Ditkrimsus Polda Metro Jaya tadi malam yang menetapkan FB, Ketua KPK sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana pemerasan. Kecelakaan fatal dalam kehidupan bernegara karena FB adalah Ketua KPK, lembaga yang dibentuk khusus untuk menghentikan praktek-praktek bejat yang selama ini dilakukan aparat telah merusak negara. Dengan kejadian tsb, KPK sungguh ternoda.

Jargon Restorasi jadi Reskorup

Sebelumnya, RAKYAT Indonesia telah dibuat terkaget-kaget oleh ulah seorang menterı darı partaı yang selama ini tampıl memukau dengan slogan restorası. Pasalnya, sebuah proyek besar, pembangunan BTS dengan anggaran Rp 10 trılıun ternyata bocor sampaı Rp 8 trılıun. Konon, BTS yang terbangun pun sebagıan tıdak bısa berfungsı. Jadı amat parah.

Lebıh parah lagı karena oknum BPK, lembaga yang bertugas untuk mengawası penggunaan uang negara justru ıkut menıkmatı penggarongan tsb. dan terakhir diberitakan ikut terseret kasus Pj Bupati Sorong. Miris, sungguh memiriskan. Sedih, sungguh menyedihkan

Berita penetapan FB di Diskrimsus Polda Metrojaya sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasaan terhadap SYL mantan Menteri Pertanian dan berita keterlibatan oknum petinggi BPK dalam dua kasus yang heboh sungguh berita yang tidak saja mengagetkan namun juga menyesakkan. Teringat pepatah yang diajarkan guru semasa belajar di SD dulu; Ibarat pagar makan tanaman. BPK dan KPK dua lembaga negara diharapkan jadi pengawas terhadap berbagai tindakan oknum-oknum yang merusak negara, eh malah ikut-ikutan permainan yang bobrok.

Kehilangan Akal Sehat

Berita yang mengagetkan dan menyentak publik, bukan saja soal penggarongan uang negara yang sudah menjadi kanker ganas di negeri ini. Namun juga permainan politik dan manipulasi hukum. Sebabnya karena permainan di dua bidang tetapi bertemali itu, hanya karena satu hasrat yang membubung tinggi melewati ubun-ubun; agar sang anak presiden lolos untuk menjadi calon wakil presiden. Maka untuk itu, proses perekrutan calon di beberapa partai yang sudah berproses lama tiba-tiba buyar. Kata seorang komentator di medsos; 7 pimpinan partai tiba-tiba amnesia, kehilangan akal sehat.

Ada benarnya komen tsb yang videonya beredar luas, selain karena mereka tiba-tiba menghempaskan ketentuan dan proses perekrutan yang sudah berproses lama, yang lebih menggelikan publik karena para dedengkot politik itu tiba-tiba pada membungkuk menyalami sang cawapres mereka yang datang bak pahlawan. Ini bukan guyonan belaka, sang cawapres memang datang menempatkan diri sebagai sang penyelamat bagi mereka. Cermati ucapannya; “Tenang Pak Prabowo. Tenang. Saya sudah di sini” itu kata Gibran saat muncul di panggung.

Apakah ini juga semua yang dimaksud Presiden Jokowi; penuh drakor, banyak senitronnya?
Entahlah. Mungkin kali inilah publik benar-benar menjadi kebingungan menyaksikan senitron kata Presiden Jokowi, di pentas politik. Dan mungkin karena itu, seorang Gunawan Mohammad, sang budayawan yang mulai renta meneteskan air mata di depan Rosi, host Kompas TV saat diminta menanggap pertunjukan para elit bangsa yang pada berakrobat, melawak tetapi penonton tak kunjung tertawa.

Orang bisa terkekeh-kekeh ketika menyaksikan Butet berlagak pembantu membungkuk-bungkuk di depan Sang Ndoronya yang diperankan Slamet Rahardjo. Tetapi tidak ketika menyaksikan para dedengkot partai membungkuk-bungkuk, takluk di depan seorang anak muda yang pongah, yang belum pernah menjadi ketua kelas atau ketua Karang Taruna. RAKYAT Indonesia jadi terkesima. Ada apa semua ini? Kenapa semua ini bisa terjadi? Semua terkaget-kaget, bingung, sulit menemukan jawabannya.

Sungguh negeri ini subur tapi kerontang moral. Dalam kebingungan itulah, mungkin lebih tepat mendengar curhatnya Ebiet; coba kita bertanya pada rumput yang bergoyang.

Penulis: *Jacobus K. Mayong Padang

*aktivis, pernah menjadi wartawan Harian Pedoman Rakyat dan Harian Suara Pembaharuan. pernah duduk sebagai anggota DPRD Kota Makassar, dan anggota Komisi IV DPR RI

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here