Hampir 18 bulan lamanya pandemi covid 19 mendera Indonesia, sejak pemerintah mengonfirmasi infeksi korona pertama di Indonesia pada tanggal 2 Maret 2020. Tidak hanya menciptakan krisis kesehatan masyarakat, pandemi covid 19 secara nyata juga mengganggu aktivitas ekonomi nasional.
Sampai awal 2021, pandemi Covid-19 belum dapat diatasi. Di dunia, sudah sekitar 95 juta kasus dan lebih dari 2 juta kematian terjadi. Di negara kita orang sudah membicarakan kemungkinan 1 juta kasus dalam waktu tidak terlalu lama lagi, serta angka kematian mendekati 30.000 jiwa.
Yang amat perlu diwaspadai adalah angka kepositifan kita yang sudah berkisar 20% dan bahkan dalam beberapa hari sampai 30%, padahal kita ketahui rekomendasi WHO (World Health Organization) adalah hanya 5% saja.
Angka kepositifan menunjukkan bagaimana besarnya penularan terjadi di masyarakat. Angka kita menunjukkan empat kali atau bahkan pernah enam kali dari angka WHO.
Pemerintah dan kita semua harus terus menangani aspek kesehatan pandemi terburuk sepanjang kita hidup ini, maka sudah kita ketahui bersama pula bahwa korona memberi dampak amat besar pada sektor ekonomi dan sosial di dunia. Kita harus menanggulangi itu semua dengan penuh perhatian.
Dunia usaha mengalami tantangan amat berat. Sekitar setengah dari 3,3 miliar pekerja di dunia menghadapi risiko kekurangan uang dan atau kehilangan pekerjaan dalam berbagai tingkatannya. Sektor ekonomi informal juga terpukul hebat. Jutaan petani di dunia, begitu juga pekerja migran menghadapi situasi ekonomi yang berat dengan berkurang atau bahkan hilangnya penghasilan mereka.
Upaya Pemerintah
Untuk mengatasi penyebaran Covid-19 yang semakin masif, pemerintah berupaya menggencarkan sosialisasi pembatasan kegiatan masyarakat untuk menekan penularan. Presiden Joko Widodo memilih langkah pembatasan sosial berskala besar (PSBB) daripada karantina wilayah. Opsi karantina wilayah tidak diambil karena berdasarkan pengalaman beberapa negara, opsi itu akan menimbulkan masalah baru.
Kebijakan PSBB memunculkan peraturan pemerintah yang mengatur pembatasan jarak fisik yang lebih tegas, disiplin, dan efektif. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020, untuk pembatasan wilayah karena wabah penyakit, daerah harus mendapat penetapan dari Kementerian Kesehatan. Pembatasan sosial berskala besar ini menyasar level provinsi dan kabupaten/kota.
Upaya pemerintah untuk menekan penyebaran Covid-19 masih terus dilakukan. Setelah PSBB pemerintah mengeluarkan kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) Jawa-Bali pada awal Januari 2021. Langkah ini diharapkan bisa menjadi momentum bagi munculnya aksi terpadu untuk mencegah penularan Covid-19 antara pusat, daerah, dan antar daerah itu sendiri.
Sejak awal pandemi pemerintah tidak memberlakukan lockdown yang bisa mematikan total perekonomian nasional, karena kesehatan dan ekonomi masyarakat adalah simbiosis mutualisme.
Apabila kita hanya fokus terhadap kesehatan saja akan membuat ekonomi masyarakat makin terjepit. Begitu juga jika hanya fokus terhadap ekonomi tanpa memerdulikan kesehatan akan menambah banyak korban covid berjatuhan. Ini adalah posisi yang sangat dilematis.
Oleh sebab itu, opsi awal PSBB hingga berakhir kebijakan PPKM darurat dan menurunkan PPKM menjadi empat level adalah sebagai satu bentuk kelonggaran yang diharapkan bisa menurunkan penyebaran Covid-19. Itu semua tanpa melupakan ekonomi masyarakat yang sudah semakin berat akibat penularan Covid-19 dan sudah bermutasi menjadi varian Delta dan Delta Plus. Virus Corona SARS-CoV-2 bermutasi lebih cepat dari yang dibayangkan. Baru saja muncul varian Delta, kini sudah bermutasi lagi menjadi Delta Plus.
Perilaku kesadaran masyarakat harus terus digalakkan untuk berperilaku hidup bersih dan melakukan protokol kesehatan 6 M yaitu sebagai berikut :
• Memakai masker
• Mencuci tangan dengan sabun di air mengalir
• Menjaga jarak
• Menjauhi kerumunan
• Mengurangi mobilitas
• Menghindari makan bersama
Langkah-langkah pemerintah dalam melakukan perbaikan ekonomi akibat pandemi covid 19 hendaklah perlu strategi dan inovasi yang dilakukan diantaranya mengubah paradigma bahwa vaksin akan menjadi solusi dalam memperbaiki ekonomi di era pandemi, memperbaiki regulasi dan birokrasi dalam mempercepat realisasi bantuan subsidi tunai maupun non tunai. Setiap kebijakan yang dikeluarkan pemangku kepentingan harus bersinergi satu sama lain untuk keluar dari resesi ekonomi.
Peran Perbankan
Pemerintah semestinya memprioritaskan perbaikan pada ekonomi dan fokus pada pembangunan dalam negeri dengan tujuan untuk mendorong perekonomian mulai dari menghidupkan kembali daya beli masyarakat, meningkatkan konsumsi, memperbaiki kegiatan sektor riil yang sebelumnya mengalami kelesuan, dan memfokuskan kembali pemulihan ekonomi. Untuk pemulihan ekonomi nasional, diperlukan keleluasaan bagi pelaku usaha dalam bentuk deregulasi sehingga para pelaku ekonomi tidak terkekang dengan aturan-aturan yang selama ini menghambat perkembangan usahanya.
Sudah waktunya kita berpikir radikal, out of the box untuk bersama-sama memperbaiki perekonomian Indonesia dan keluar dari persoalan akibat pandemi Covid-19 ini. Harus ada keberpihakan pemerintah terhadap platform baru dari anak negeri. Selain itu, Bank-bank BUMN juga harus berani pasang badan untuk menyelamatkan ekonomi nasional meskipun mengandung resiko.
Yang paling penting juga adalah para politisi sebaiknya membantu pemerintah mengatasi pandemi covid 19 untuk pemulihan ekonomi nasional dan bukan mencari-cari kesalahan pemerintah demi kepentingan politik 2024. Jika para politisi bisa serius membantu pemerintah saat ini, elektabilitas untuk kepentingan 2024 akan otomatis meningkat dengan sendirinya.
Lembaga perbankan berperan sangat penting untuk memastikan kondisi ekonomi dalam keadaan stabil selama pandemi Covid-19 masih berlangsung. Peran bank sangat signifikan untuk mendukung pemulihan ekonomi pasca pandemi. Laporan yang bertajuk “Asia’s Banks, Problem or Solution?” tersebut menekankan bahwa bank-bank di Asia masih memiliki neraca keuangan yang relatif kuat sehingga dapat secara aktif terlibat dalam program pinjaman dan kebijakan yang fleksibel. Sayangnya, pandemi semakin memperburuk perekonomian, sehingga bank diprediksikan akan menghadapi persoalan peningkatan kredit macet. Meski demikian, suku bunga rendah dan peraturan yang lebih fleksibel kemungkinan akan menekan adanya risiko ini.
Sektor perbankan diprediksikan siap untuk mendukung penyelesaian krisis yang sedang berlangsung, meskipun bukan berarti tanpa risiko sama sekali. Oleh karena itu, meskipun industri perbankan akan tetap siap mengawal pemulihan perekonomian nasional, tapi akan tetap memerhatikan beberapa kondisi.
Adapun tantangan lain yang saat ini menjadi kekhawatiran sektor perbankan di antaranya rasio kredit di kawasan ini yang cukup tinggi, serta rasio pembayaran utang juga cukup tinggi meskipun tier 1 capital buffers telah meningkat hampir di semua wilayah. Ketika dukungan kebijakan stimulus berakhir, beberapa bisnis dan rumah tangga diprediksi akan menghadapi kesulitan yang pada gilirannya bisa mengganggu kualitas aset bank di level regional.
Menurut Menteri Keuangan, Sri Mulyani, pada acara Refleksi Awal Tahun 2021, anggaran untuk penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional tahun 2021 dialokasikan sebesar Rp403,9 triliun, di mana sebelumnya ditetapkan sebesar Rp372,3 triliun.
Anggaran tersebut akan digunakan membiayai enam program utama yakni kesehatan dengan anggaran, perlindungan sosial, sektoral kementerian dan lembaga, dukungan bagi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, pembiayaan korporasi dengan anggaran, dan insentif usaha. Dengan prospek pertumbuhan yang lebih baik pada 2021, saya percaya pemulihan siklus (cyclical recovery) dan pertumbuhan domestik akan menjadi tema utama tahun ini
*Ruscain
-Ketua Inklusi Keuangan Dan Perbankan DPN Barikade 98
-Alumni Universitas jayabaya
-Ketua Ikatan Banker Pancasila