Jakarta – Ribuan mahasiswa, pelajar dan aktivis pro demokrasi melakukan demonstrasi menolak rencana DPR mengesahkan Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (26 Agustus 2024). Meskipun DPR telah memutuskan untuk mematuhi keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) , namun peserta aksi mengkhawatirkan DPR akan mengubahnya diam-diam. Massa yang berkumpul di depan Gedung DPR juga menuntut agar Komisi Pemilihan Umum menggunakan keputusan MK dalam Pilkada yang akan dilakukan serentak tanggal 27 November 2024.
Noviana Kurniati, aktivis dari Barikade 98, menyampaikan agar DPR tidak mengesahkan RUU Pilkada secara diam-diam dan menuntut Pemerintah untuk tidak mengeluarkan PERPPU. Menurutnya, DPR harus mengabulkan semua tuntutan masyarakat tanpa terkecuali untuk menegakkan kembali demokrasi dan cita-cita reformasi. Aktivis yang akrab dipanggil Novie Bule ini menegaskan kebijakan Pemerintah saat ini tidak jelas .”Jika sampai Pemerintah tidak mengindahkan tuntutan kami artinya Pemerintah Jokowi sudah mempermainkan rakyat dan jangan salahkan rakyat bila akhirnya nanti berbuat nekad dan mengkin terjadi Reformasi jilid 2,” ujarnya.
Sementara itu, Apriyanto Tambunan mengingatkan agar DPR tidak melakukan manuver untuk mengesahkan RUU Pilkada yang hanya bertujuan untuk meloloskan orang tertentu dari sebuah dinasti keluarga untuk menjadi pemimpin daerah. Ketua Alumni Oranye Atma Jaya ini juga mengapresiasi mahasiswa dan masyarakat telah bersatu menyikapi kondisi negara yang tidak sedang baik-baik saja.
“Bisa kita lihat hampir semua kota besar, mahasiswa bersama masyarakat serius dalam mengawal konstitusi. Bila Pemerintah terus memaksakan kehendaknya, saya yakin rakyat akan terus bergerak bahkan akan memaksa penguasa turun di saat-saat tekahir masa pemerintahan,” tegasnya
Senada dengan para aktivis, Jeremy , mahasiswa Fakultas Hukum Unika Atma Jaya Jakarta, menyampaikan mahasiswa mengikuti aksi untuk mengawal keputusan Mahkamah Konstitusi mengenai Pilkada. Koordinator lapangan angkatan tahun 2020 ini juga menambahkan mahasiswa juga menolak RUU TNI – Polri serta mengawal RUU Penyiaran, RUU Masyarakat Adat dan RUU Perampasan Aset . “saat ini respon dari DPR terhadap tuntutan para pendemo tidak bisa diharapkan. Bagaimanapun mereka sering menyalahgunakan kewenangannya. Saat ini DPR juga tidak transparan, padahal sudah jelas ada keputusan MK tentang Pilkada nanti” kata Jeremy
Aktivis mahasiswa lain, Ardiansyah dari STHI Jentera juga mengungkapkan hal yang sama. Menurutnya saat ini masih banyak masalah terutama tentang RUU TNI-Polri, RUU Penyiaran serta RUU lainnya. “ RUU tersebut bermasalah dan cacat karena membahayakan demokrasi. Oleh karena itu, hari ini kami turun ke jalan. Kepemimpinan Presiden Jokowi sangat kacau, rapor merah Jokowi sangat banyak, mulai dari konflik agraria, pendidikan , HAM dan demokrasi. Presiden Jokowi merupakan aktor yang menghancurkan demokrasi di Indonesia” kata Ardiansyah
Aksi demonstrasi sudah berlangsung selama beberapa hari dan belum ada tanda-tanda berakhir. Malah di berbagai kota besar seperti Semarang, Makasar, Yogyakarta terjadi aksi yang sama.(Alex)