Menteri BUMN Erick Thohir bicara soal biaya pembangunan Mass Rapid Transit (MRT) dan Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Awalnya Erick menyinggung pembangunan MRT semestinya digarap pada 20 tahun lalu, karena biayanya tentu jauh lebih murah.

“Contoh ketika pembangunan MRT Jakarta, itu kan telat sampai 20 tahun, ongkosnya berapa? Saya nggak tahu, tapi kalau 20 tahun lalu kita bangun MRT harganya lebih murah,” kata Erick Thohir di Jakarta, Rabu (3/8/2022).

“Nah, sama kemarin kenapa perjalanan Pak Presiden ke Jepang salah satunya Pak Presiden bicara dengan PM Jepang masalah MRT, MRT di Jakarta ini kan dibangun oleh Jepang, di masa kepemimpinan Pak Jokowi waktu itu sebagai gubernur,” sambungnya.

Di sisi lain, menurut Erick, Jepang telah berkomitmen untuk melanjutkan pembangunan MRT. Selanjutnya, Erick menyinggung soal Kereta Cepat Jakarta-Bandung.

Erick mengatakan jika pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung tertunda, justru biaya bakal lebih mahal.

“Saya yakin MRT yang dibangun pada saat itu sama hari ini kondisinya lebih mahal, makanya kemarin tendernya sempat gagal, karena harganya sudah lebih mahal. Kereta cepat sama, kalau kereta cepat ini terus-terus ditunda, harga pembangunannya tahun depan lebih mahal lagi. Artinya harus segera diselesaikan,” katanya.

Erick menjelaskan struktur pembiayaan Kereta Cepat Jakarta Bandung terdiri dari 75% dari pinjaman dan 25% berupa ekuitas. Ekuitas ini sendiri berasal dari konsorsium BUMN Indonesia dan China.

Sejalan dengan itu, PT KAI (Persero) yang merupakan bagian konsorsium BUMN Indonesia telah mendapat restu untuk menerima penyertaan modal negara (PMN) Rp 4,1 triliun. PMN ini akan digunakan untuk menyelesaikan proyek kereta tersebut.

“PMN yang mau diberikan itu bagian dari equity, karena pinjamannya kan ditambah. Itu sampai hari ini konteksnya, jadi belum bicara yang lebih,” jelasnya.

Terbaru, proyek ini diperkirakan bengkak antara US$ 1,176 miliar hingga US$ 1,9 miliar, atau sekitar Rp 17,52 triliun hingga Rp 28,31 triliun (asumsi kurs Rp 14.900).

Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengatakan, sebanyak 25% dari pembengkakan itu akan ditanggung konsorsium BUMN Indonesia yakni PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) dan konsorsium China yakni Beijing Yawan HSR Co Ltd sesuai dengan komposisi saham.

Sebagaimana diketahui, PSBI memegang 60% saham pada PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) sebagai pemilik proyek. Sementara, 40% dimiliki Beijing Yawan.

“Cost overrun ini akan dibagi nanti, diperkirakan kita hitung, 25% itu akan diambil masing-masing. Kita akan chip in, BUMN Indonesia akan chip, BUMN-nya China akan chip in sesuai dengan komposisinya,” katanya.

Diperkirakan, konsorsium BUMN Indonesia akan menambal bengkak biaya itu sekitar Rp 4 triliun. Dana itu berasal dari PMN yang masuk lewat KAI. Sementara, konsorsium China diperkirakan akan menambal Rp 3 triliun.

Sisanya, sebanyak 75% dari pembengkakan biaya akan ditutup melalui melalui utang.
“Nanti yang 75% kita akan cari loan. Loan yang akan dibayar pada saat sudah mulai operasional. Di situ dimasukkan dalam semuanya, jadi dimasukkan dalam loan juga 75% itu. Itu yang akan diperkirakan apakah cari dari perbankan mana, mungkin dari China, atau dari mana,” terangnya.


LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here